Kepailitan BUMN

Bookmark and Share
Oleh : Kelik Pramudya

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi. Maksud dan tujuan dibentuknya BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 ialah sebagai berikut :
a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
b. mengejar keuntungan;
c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;
d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;
e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
BUMN mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dalam Undang-Undang BUMN dijelaskan bahwa BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi.

Meskipun demikian, suatu BUMN tetap dimungkinkan untuk dinyatakan pailit. Dalam Undang-Undang Kepailitan, suatu BUMN dapat dimohonkan pailit. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 2 ayat 5 dan Pasal 3 ayat (5). Pasal 2 ayat (5) UU Kepailitan menyatakan bahwa ,“dalam hal Debitur adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan”. Selanjutnya Pasal 3 ayat (5) berbunyi, “Dalam hal Debitor merupakan badan hukum, tempat kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya”. Undang-Undang Kepailitan tersebut tidak membedakan antara badan hukum publik dan badan hukum privat. Dengan demikian BUMN yang merupakan badan hukum publik tetap dapat dinyatakan pailit, baik Perusahaan Umum (Perum) maupun Perusahaan Perseroan (Persero). Selain itu, dalam Undang-Undang BUMN sendiri juga ada pasal yang mengatur tentang kepailitan suatu BUMN. Misalnya, Pasal 55 Undang -Undang BUMN mengatur tentang kepailitan Perum. Jadi meskipun mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat, BUMN dapat dinyatakan pailit sepanjang telah memenuhi syarat-syarat kepailitan,

Akibat kepailitan terhadap debitor pailit ialah bahwa debitor tersebut demi hukum kehilangan hak untuk mengurus harta kekayaannya. Seluruh kekayaan perusahaan selanjutnya diambil alih oleh kurator, hal tersebut dilakukan karena pada dasarnya kepailitan adalah sita. Selanjutnya harta kekayaan yang disita tersebut tersebut akan dibagi kepada para kreditor sesuai dengan prosentase tagihannya. Penyitaan seluruh aset tersebut berpengaruh bagi debitor dalam menjalankan usahanya, terlebih bagi sebuah BUMN. Mengingat peranannya yang sangat penting, kepailitan suatu BUMN tentu sangatlah berpengaruh bagi perekonomian negara kita. Maka dari itu. Undang-Undang Kepailitan memberikan syarat permohonan pernyataan pailit terhadap BUMN harus diajukan oleh pihak yang memiliki kapasitas dalam pengelolaan keuangan negara, dalam hal ini Menteri Keuangan. Menurut Penjelasan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Kepailitan, permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh Menteri Keuangan dalam hal debitor adalah BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik, BUMN yang dimaksud mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a) Seluruh modalnya dimiliki oleh negara
Undang-Undang BUMN membedakan antara BUMN dalam bentuk Perum dan Persero. Dalam hal kepemilikan modal, suatu Persero modalnya minimal 51 % modalnya harus dimiliki oleh Negara. Ketentuan tersebut hanyalah minimalnya saja, yang berarti seluruh modal Persero boleh dimiliki oleh Negara. Hal tersebut sangat dimungkinkan, karena sudah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. Berbeda dengan Persero, pada Perum seluruh modalnya harus dimiliki oleh Negara, yang berarti pihak manapun selain Negara tidak boleh ikut memiliki Perum.
b) Tidak terbagi atas saham
Dalam Undang-Undang BUMN disebutkan bahwa modal Perum tidak terbagi atas saham. Perusahaan yang modalnya terbagi atas saham adalah Persero. Namun, kepemilikan saham suatu Persero harus tetap mematuhi ketentuan dalam Undang-Undang PT, karena Persero adalah perusahaan perseroan yang harus tunduk pada Undang-Undang PT. Dalam Undang-Undang PT disyaratkan kepemilikan saham perseroan tidak boleh hanya dimiliki oleh satu pihak saja. Kepemilikan saham minimal harus dua pihak. Namun, untuk suatu BUMN, Undang-Undang PT membolehkan suatu perseroan seluruh modalnya yang terbagi atas saham itu dimiliki Negara seluruhnya.

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }