MENANTI AKHIR PERADILAN SESAT

Bookmark and Share

Setelah sempat tertunda dua kali, akhirnya persidangan dengan Terdakwa Lanjar Sriyanto digelar kemarin tanggal 25 Februari 2010 di Pengadilan Negeri Karanganyar. Persidangan tersebut digelar dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Penuntut Umum. Dalam tuntutannya penuntut umum tetap berpegang pada dakwaan dengan tetap myakini bahwa terdakwa bersalah atas kelalaiannya sehingga menyebabkan orang lain meninggal. Menurut Penuntut Umum terdakwa tetap dapat dimintai pertanggungjawaban. Apa yang telah dilakukan terdakwa merupakan telah melanggar hukum karena seandainya terdakwa berhati-hati maka kecelakaan tersebut tidak terjadi. Namun, ada hal-hal yang meringankan bagi terdakwa diantaranya, terdakwa bersikap baik dan sopan selama persidangan, serta setelah kematian istrinya terdakwa menjadi pengasuh tunggal bagi anaknya Samto Warih Waluto. Berdasarkan hal tersebut penuntut umum menuntut terdakwa dengan hukuman Penjara selama 1 bulan 7 hari dipotong masa tahanan.

Setelah pembacaan tuntutan tersebut Tim Pensihat Hukum terdakwa yang beranggotakan Muhammad Taufiq, Budhi Kuswanto, dan Yossi Eka Rahmanto dari MT & P Law Firm langsung menyampaikan pledoi atau pembelaan. Dalam materi pledoinya berdasarkan fakta yang terdapat dalam persidangan menyatakan tidak sepaham dan tidak sependapat atas uraian pembuktian yang diajukan oleh Jaksa Penunutut Umum, mengenai tuntutan pidana yang dituduhkan kepada Terdakwa. Dari keterangan saksi Karyanto yang merupakan Penyidik Polres Karanganyar dalam kasus kecelakaan ini yang menyatakan bahwa “Mobil Panther mempunyai peranan dalam kecelakaan ini yaitu sebagai yang menabrak sehingga menyebabkan matinya seseorang”. Patut menjadi pertanyaan besar mengapa justru Terdakwa yang diharuskan mempertanggungjawabkan perbuatan ini?? Sedangkan berdasarkan keterangan saksi Karyanto di atas, jelas menyatakan bahwa peran besar yang menyebabkan matinya korban adalah mobil Panther yang menabrak korban dari arah berlawanan. Selain itu di dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum tidak menjelaskan mengenai unsur karena salahnya menyebabkan matinya orang” sebagaimana yang disyaratkan dalam Pasal 359 KUHP. Padahal dalam kasus ini unsur kesalahan tidak ada pada diri Terdakwa. Mengingat, dalam teori hukum pidana ada prinsip aktual dan faktual, yaitu siapa yang secara langsung menabrak itu yang menjadi Terdakwa. Dalam kasus ini, di dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum justru menguraikan bahwa “….korban Saptaningsih terjatuh/ terpental ke arah selatan as jalan dan tertabrak oleh kendaraan Isuzu Panther No. Pol AE-1639-JA yang berjalan dari arah berlawanan pada jalurnya di sebelah selatan as jalan”. Hal ini tentu menunjukkan bahwa Dakwaan Jaksa Penuntut Umum kabur, tidak jelas dan tidak cermat (Obscuur Libel). Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum diuraikan bahwa: “….korban Saptaningsih terjatuh/ terpental ke arah selatan as jalan dan tertabrak oleh kendaraan Isuzu Panther No. Pol AE-1639-JA yang berjalan dari arah berlawanan pada jalurnya di sebelah selatan as jalan”. Ini tentu menunjukkan bahwa dalam kasus ini, bukanlah kecelakaan tunggal. Melainkan, ada kecelakaan lain yang menyebabkan matinya korban. Menurut Tim Penasihat hukum terdakwa juga sudah berhati-hati dengan mengerem sekuat tenaga, ini menunjukkan bahwa memang tidak ada unsur kelalaian yang menyebabkan matinya orang lain dalam kasus ini. Oleh karena itu maka pensihat hukum tetap berpegang pada pendiriannya dan memohon kepada Majelis Hakim agar membebaskan terdakwa atau setidak-tidaknya lepas dari segala tuntutan (Ontslaag Van Alle Rechtsvervolging).

Sekarang dalam seminggu ini terdakwa tinggal menunggu putusan dari majelis hakim yang rencananya akan membacakan putusan pada tanggal 4 Maret 2010 mendatang. Memang bila terdakwa dijatuhi hukuman sebagaimana dalam tuntutan jaksa, maka ia dapat segera bebas karena terdaka sudah menjalani masa penahanan selama 35 hari. Tetapi untuk ke depannya ia tetap pernah berstatus sebagai terpidana, dan ia tidak mendapatkan pemulihan nama baik. Dari awal persidangan pertanyaan mengapa mobil panther tidak sama sekali disentuh belum terjawab, padahal ia juga dapat dimintai pertanggungjwaban. Ini berdasarkan keterangan saksi ahli dokter forensik yang menyatakan bahwa korban hanya terdapat bekas lukan akibat trauma benda tumpul, tidak terdapat bekas aspal. Padahal bagian depan mobil termasuk dalam kategori benda tumpul selama belum dimodifikasi tentunya. Semoga ini dapat menjadi pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara, dengan tetap memperhatikan teori Restorasi Justice, bukan hanya teks semata. Sebagaimana apa yang dikemukakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Profesor Moh. Mahfud, MD, menyatakan: Penegakan hukum harus mengutamakan rasa keadilan dan berlandaskan hari nurani. Karena itu, ketika penerapan peraturan hukum (formal) tidak menunjukkan rasa keadilan dan hati nurani, peraturan itu dapat dilanggar. ”Saat proses hukum secara formalitas sudah diterapkan dengan benar, tetapi dalam penerapannya ternyata juga melanggar keadilan, hati nurani, dan hak asasi manusia maka hakim harus memproritaskan keputusan berdasarkan keadilan, hati nurani, dan hak asasi manusia”. Inilah yang disebut dengan keadilan subtantif bukan normatif-legalistik formalistik. Putusan hakim nantinya akan berpengaruh pada penegakan hukum di masa mendatang bila kasus serupa terjadi. Bila kelak akan terdapat Lanjar lain lagi, bisa saja orang takut untuk memboncengkan istri, anak, anggota keluarga, ataupun orang lain dengan sepeda motor karena khawatir dipenjara. Kita tunggu saja bagaimana putusan hakim nantinya. Dengan mengutip adagium hukum yang selalu kita dengar bersama, walau tidak pernah diterapkan secara konsisten, yaitu Azas Indubio Proreo yang artinya “Lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah” kita harapkan semoga hakim memberi putusan yang seadil-adilnya dengan memperhatikan hati nurani.

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }