PLEDOI / PEMBELAAN
TERHADAP PERKARA
TINDAK PIDANA KECELAKAAN LALULINTAS
REGISTER PERKARA NO. PDM-178/ KNYAR/Ep.1/ 1109
PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR
Atas nama Terdakwa :
Nama lengkap : LANJAR SRIYANTO
Tempat lahir : Sleman
Umur / tanggal Lahir: 35 tahun / 5 Juli !974
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Dsn. Dadapan RT 7 RW 12 Ds. Kalitirto
Kec. Berbah Kab. Sleman atau
Ds. Jajar RT 3 RW 6 Kec. Laweyan, Surakarta.
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Bahwa sebagaimana dakwaan/tuntutan (requisitoir) Jaksa Penuntut Umum Terdakwa telah didakwa :
KESATU :
Pasal 359 KUHP :
KEDUA:
Pasal 360 Ayat (2) KUHP.
Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga persidangan pada hari ini dengan acara pembacaan Pledoi oleh kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa dapat terlaksana sesuai agenda yang telah ditentukan dalam persidangan sebelumnya.
Selanjutnya kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada Majelis Hakim pemeriksa perkara ini atas kesempatan yang telah diberikan kepada kami untuk membacakan pledoi/pembelaan terhadap Terdakwa. Hal yang sama kami sampaikan pula kepada Panitera Pengganti yang telah mencatat seluruh fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Kepada Jaksa Penuntut Umum kami berikan penghargaan yang setinggi-tingginya karena telah berupaya menjalankan kewajiban dengan sebaik-baiknya dalam perkara ini guna dan untuk menemukan kebenaran formil dan materiil dari hukum pidana ke arah tercapainya prinsip dan tujuan hukum serta tegaknya keadilan. Tak lupa kami ucapkan pula terima kasih kepada para Wartawan yang setia mengikuti persidangan dan telah menulis serta meliput selama ini demi terciptanya keadilan yang terbuka. Sehingga persidangan ini dapat diaudit masyarakat.
Sesuai dengan tuntutan sistem peradilan kita, Jaksa Penuntut Umum mewakili kepentingan publik-inklusif di dalamnya kepentingan korban serta Tim Penasihat Hukum yang mewakili kepentingan Terdakwa, maka perbedaan sudut pandang ini memberikan perbedaan nuansa dalam mencari dan mengidentifikasikan “kebenaran materiil” guna menegakkan keadilan, kebenaran dan hikmah. Walaupun demikian, bisa saja terjadi persamaan pandangan antara Jaksa Penuntut Umum dan Tim Penasihat Hukum dalam menilai suatu fakta jika keduanya berupaya secara jujur dan mengedepankan obyektifitas.
Bahwa sebagaimana kita ketahui bersama, dalam perkara ini adalah para pihak yang ada relevansinya, yaitu Terdakwa, Tim Penasihat Hukum, Jaksa Penuntut Umum, dan Hakim yang masing-masing mempunyai sikap dalam menyikapi suatu perkara khususnya dalam persidangan yang terhormat ini.
TERDAKWA mempunyai sikap een subjektieve beoordeling van een subjektieve positie artinya kedudukan Terdakwa adalah bebas untuk mengambil sikap dalam persidangan. Ia hanya mengambil sikap untuk membela kepentingannya sendiri. Ia boleh menyangkal setiap tuduhan atau mempunyai hak ingkar.
PENASIHAT HUKUM mempunyai sikap een objektieve beoordeling van een subjektieve positie artinya sikap Penasihat hukum di dalam persidangan harus selalu bersandar pada kepentingan Terdakwa, namun harus tetap bersikap obyektif. Harus menggunakan ukuran obyektif dalam upaya meringankan bahkan membebaskan Terdakwa.
JAKSA PENUNTUT UMUM / JAKSA mempunyai sikap een subjektieve beoordeling van een objektieve positie artinya Jaksa Penuntut Umum sebagai wakil Negara harus menyandarkan sikap kepada kepentingan masyarakat dan Negara. Namun, Jaksa Penuntut Umum juga harus bersandar pada ukuran objektif. Dalam arti kata, ketika dalam persidangan ternyata tidak terdapat cukup bukti tentang kesalahan Terdakwa, maka Jaksa Penuntut Umum harus meminta supaya Terdakwa dibebaskan. Karena persidangan ini bukan semata-mata untuk mengabdi kepada kepentingan perseorangan dan membuktikan bahwa telah ada orang yang dihukum, sehingga dengan telah dihukum berarti telah terjadi penegakan hukum. Jelas ini pandangan keliru dan menjerumuskan serta berbahaya.
HAKIM memiliki sikap een objektieve beoordeling van een objektieve positie artinya hakim harus memperhatikan kepentingan berbagai pihak, baik kepentingan Terdakwa, saksi maupun kepentingan Jaksa Penuntut Umum. Yang dalam bahasa hukum ada adagium yang menyatakan “Audi et elteram partem” hakim harus mendengar berbagai belah pihak dalam memberikan vonis, hakim harus berdasarkan kepada hukum, undang-undang, kebenaran, dan keadilan, baik itu keadilan masyarakat maupun keadilan bagi Terdakwa itu sendiri.
Oleh karena itu kami yakin dan menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim yang telah teruji keprofesionalannya untuk memberikan putusan yang arif, bijaksana dan adil terhadap diri Terdakwa.
Bahwa setelah kami Tim Penasihat Hukum diberi kesempatan oleh Majelis Hakim untuk membaca, mempelajari, menyimak dan menelaah surat tuntutan (requisitoir) maupun Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum serta berdasar fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, maka kami mulai pembelaan / Pledoi ini dengan sistematika sebagai berikut :
I. Pendahuluan
II. Fakta-fakta Yang Terungkap di Persidangan
a Keterangan Saksi-saksi
b. Keterangan Terdakwa
III. Analisa Fakta
IV. Analisa Yuridis
V. Tinjauan Terhadap Requisitoir /Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
VI. Kesimpulan
VII. Permohonan
Lampiran bukti bukti
I. Pendahuluan
Sebagaimana yang telah kami bacakan tersebut diatas.
II. Fakta-fakta Yang Terungkap di Persidangan
Yang Mulia Majelis Hakim,
Yang kami hormati saudara Jaksa Penuntut Umum,
dan Para Pengunjung sidang yang setia mendengarkan jalannya persidangan ini,
Pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah kami untuk selanjutnya menyampaikan resume atas apa yang dilihat, didengar dan dialami oleh saksi yang disampaikan di dalam persidangan. Sebagaimana diketahui bahwa apa yang dialami, dilihat dan didengar seorang saksi dan kemudian disampaikan di dalam persidangan terbuka adalah alat bukti yang kuat sesuai Hukum Acara yang berlaku di negara kita ini yakni Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana dengan pengungkapan keterangan saksi ini (Vide Pasal 185 KUHAP), yang mana selanjutnya akan dapat terungkap tabir kebenaran sejati dari perkara yang didakwakan pada Terdakwa.
Oleh karena itu, kami hanya menyajikan apa yang ada di dalam persidangan ini. Adapun apa yang diterangkan oleh para saksi secara lengkapnya terurai dalam keterangan di bawah ini.
1. Saksi Karyanto, Laki-laki, Umur : 45 Tahun, Pekerjaan : POLRI, Agama : Islam, Alamat : Jaten, Karanganyar di bawah sumpah memberi keterangan sebagai berikut :
- Bahwa saksi tidak mengenal Terdakwa, dan tidak ada hubungan keluarga.
- Saksi mendapat laporan bahwa telah terjadi kecelakaan lalu-lintas pada tanggal 21 September 2009, sekitar pukul 08.10 WIB di Ds. Gajahan, Colomadu, Karangannyar dengan korban dua orang luka-luka dan satu orang meninggal dunia.
- Atas laporan tersebut saksi langsung ke TKP guna melakukan penyidikan, dimana dalam penyidikan tersebut di temukan dua helm, kendaraan Korban dengan No Polisi AD-5630-U, Mobil Isuzu Panther No Polisi AE-1639-JA, sedangkan mobil Carry sudah tidak ada, serta tidak diketemukan bekas rem ban dalam TKP.
- Bahwa saksi kemudian memanggil saksi Bambang, Iin Supadi, Yayuk Desi (penumpang Panther) dan Hendi Eko (Pengemudi Panther), sedangkan Terdakwa datang dua kali tanpa panggilan
- Atas keterangan saksi dan Terdakwa kemudian dibuat BAP dan sketsa gambar yang menerangkan :
o Bahwa telah terjadi kecelakaan lalu-lintas pada hari senin, 21 September 2009 sekitar pukul 08.10 WIB, bertempat di jalan Umum jurusan Solo menuju Colomadu tepatnya di Ds. Gajahan, Colomadu, Karangannyar. Dimana Terdakwa (lanjar Sriyanto) mengendarai Sepeda Motor Yamaha No.Pol AD-5630-U, berboncengan dengan anak dan istrinya (Samto Warih Waluyo dan Saptaningsih) dari Colomadu ke arah Solo atau dari barat menuju Timur dengan kecepatan ± 50 Km/jam berjalan searah di belakang Kendaraan Suzuki Carry.
o Bahwa kemudian tiba-tiba pengemudi Suzuki Carry mengurangi laju kendaraannya secara mendadak, sehingga Terdakwa tidak dapat mengontrol kendaraannya yang akhirnya menabrak bemper belakang Suzuki Carry tersebut. Terdakwa bersama putranya Samto Warih Waluyo jatuh kearah utara sejauh 110 cm sedangkan istrinya Saptaningsih jatuh/ terpental ke arah selatan As jalan 200 cm dan kemudian tertabrak oleh kendaraan Isuzu Panther No.Pol AE-1639-JA yang berjalan dari arah berlawanan dan terpental sejauh 280 cm.
o Bahwa Terdakwa Lanjar Siyanto, Samto Warih Waluyo dan Saptaningsih kemudian dilarikan ke Rumah Sakit TNI AU Lanud. Adi Soemarmo.
o Bahwa Korban Saptaningsih mengalami luka dan meninggal dunia di tempat kejadian ( sesuai Visum Et.Repertum Nomor : Ver/ 14/ X/ 2009 tertanggal 16 Oktober 2009 atas nama SAPTANINGSIH, yang dibuat dan ditandatangani dr. C. Kunto Aji TS menerangkan : pasien meninggal dunia dengan pendarahan dari mulut dan hidung, disertai memar kemungkinan karena trauma benda tumpul pada kepala derajat Berat ).
o Sedangkan Korban Samto Warih Waluyo mengalami luka-luka (sesuai Visum Et.Repertum Nomor : Ver/ 13/ X/ 2009 tertanggal 16 Oktober 2009 atas nama SAMTO WARIH WALUYO, yang dibuat dan ditandatangani dr. Kunto Aji TS menerangkan: pasien luka sobek di dahi ± 1 x 5 cm, dan pada bibir atas 1 x 1 cm kemungkinan karena trauma benda tumpul derajat ringan).
- Bahwa atas kecelakaan tersebut Penyidik menetapkan Lanjar Sriyanto sebagai tersangka, sedangkan Hendri Eko selaku Pengemudi Panther No.Pol AE-1639-JA tidak dijadikan tersangka karena penyidik merasa belum menemukan bukti-bukti adanya tindak pidana yang dilakukan oleh saudara Hendri Eko dalam perkara ini.
- Bahwa Mobil Panther dengan No.Pol AE-1639-JA pernah di tahan di Polres Karangannyar selama 20 Hari (surat sita tidak dilampirkan dalam BAP).
- Bahwa saksi pernah menerima surat permohonan pinjam pakai atas Mobil Panther No. Pol AE-1639-JA, akan tetapi tidak dilampirkan dalam BAP.
- Bahwa saksi selaku penyidik menerangkan telah menerima surat pernyataan tertanggal 26 September 2009 yang dibuat oleh Taru Tistianto (saudara Terdakwa) dengan Pandi Widodo (Pemilik Panther) yang berisi menyelesaikan masalah ini secara damai.
- Bahwa Saksi menyatakan bahwa Mobil Panther mempunyai peranan dalam kecelakaan ini yaitu sebagai yang menabrak sehingga menyebabkan matinya seseorang.
2. Saksi PANDI WIDODO, Laki-laki, Umur: 31 Tahun, Pekerjaan: POLRI, Agama: Islam, Alamat: Ngawi, Jawa Timur, di bawah sumpah memberi keterangan sebagai berikut :
- Bahwa saksi tidak mengenal Terdakwa, dan tidak ada hubungan keluaga, saksi adalah Pemilik Mobil Panther AE-1638-JA.
- Saksi mendapat telepon dari saksi Hendi Eko (Pengemudi Panther) bahwa mobil yang dikendarainya telah menabrak seseorang di Ds. Gajahan, Colomadu, Karangannyar.
- Bahwa saksi tidak tahu apakah ada bercak darah pada mobil Panther miliknya, saksi hanya tahu kalau bemper depan bagian bawah dekok.
- Bahwa saksi mengakui telah membuat dan menandatangani surat pernyataan tertanggal 26 September 2009 antara Taru Tistianto (saudara Terdakwa) dengan Pandi Widodo (Pemilik Panther) yang berisi menyelesaikan masalah ini secara damai.
- Bahwa saksi juga mengakui telah membuat dan menandatangani surat pernyataan tertanggal 26 September 2009 yang berisi bahwa saksi sanggup membayar dan mengurus proses pencabutan berkas dan pengeluaran kendaraan.
- Bahwa saksi menerangkan mobil Panther AE-1638-JA miliknya pernah di tahan di Polres Karanganyar selama 20 hari.
- Bahwa saksi tidak pernah membuat Surat Permohonan Pinjam Barang Bukti.
3. Saksi dr.C.Kunto Aji TS, Laki-laki, Umur: 31 Tahun, Pekerjaan: Dokter Rumah Sakit TNI AU Adi Soemarmo, Agama: Kristen, Alamat: Colomado Karanganyar, di bawah sumpah memberi keterangan sebagai berikut :
- Bahwa saksi tidak mengenal Terdakwa, dan tidak ada hubungan keluaga, saksi adalah dokter yang memeriksa korban.
- Bahwa saksi adalah dokter umum, bukan ahli Forensik.
- Bahwa pemeriksaan dilakukan selama 30 menit.
- Bahwa pada tanggal 21 September 2009 datang tiga orang korban kecelakaan lalu-lintas, dua diantaranya luka-luka dan seseorang meninggal dunia atas nama Saptaningsih.
- Bahwa korban Saptaningsih datang sudah dalam keadaan meninggal dunia dikarenakan benturan benda tumpul, keluar darah di hidung dan mulut korban.
- Bahwa saksi menerangkan kondisi korban pertama kali diterima dalam keadaan lengkap, dalam artian baju masih lengkap.
- Bahwa telah dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh pada korban Saptaningsih, akan tetapi tidak diketemukan luka lain kecuali memar di bagian wajah sekitar hidung
- Bahwa Korban Samto Warih Waluyo mengalami luka sobek di dahi ± 1 x 5 cm, dan pada bibir atas 1 x 1 cm kemungkinan karena trauma benda tumpul derajat ringan.
4. Saksi Ahli SUDARYONO, S.H., M.Hum, Laki-laki, Umur: 53 Tahun, Pekerjaan: Dosen Negeri yang dipekerjakan di UMS, Agama: Islam, Alamat: Pucangan Baru No.2, Kartasura, di bawah sumpah memberi keterangan sebagai berikut :
- Bahwa ahli adalah dosen hukum pidana di Universitas Muhammadiyah Surakarta, yang telah mengabdi selama hampir 25 tahun.
- Bahwa ahli tidak mengenal Terdakwa, dan tidak ada hubungan keluaga.
- Menurut ahli pasal 359 KUHP mengandung pengertian bahwa unsur-unsur kelalaian yang timbul harus mempunyai akibat hukum yang dilarang oleh Undang-Undang.
- Bahwa kealpaan di dalam undang-undang tidak dijelaskan secara detail definisinya. Oleh karena itu, secara teori kealpaan sehingga sampai diancam pidana adalah karena adanya akibat yang terlarang itu timbul karena kesembronoan, lalai, alpa dan atau kurang hati-hati dari si pelaku.
- Bahwa demikian halnya perumusan tindak pidana termasuk dalam perumusan tindak pidana kelalaian juga menganut asas condisio sine qua non dan faktor adequate (sebab yang paling dekat) dengan akibat yang terlarang itu timbul berdasar nalar umum.
- Ahli menerangkan bahwa teori Restorasi Justice dalam perkara ini dapat diterapkan, dimana penyelesaian suatu masalah pidana dapat diselesaikan di luar pengadilan. Dalam hal ini, apabila keharmonisan sosial telah terjalin (para pihak yang berperkara/ baik pelaku maupun korban telah sama-sama menerima secara baik), maka penegak hukum dapat menghentikan perkaranya untuk diperiksa di Pengadilan.
- Bahwa dalam sebuah peristiwa kealpaan, tidak semuanya dapat dianggap sebagai sebuah tindak pidana oleh karena sepanjang kealpaan tersebut tidak memenuhi unsur kehati-hatian dari sipelaku dan kewajiban untuk menduga akan akibat yang terlarang timbul ada pada sipelaku, maka kealpaan adalah merupakan kecelakaan (accident).
- Bahwa dalam sebuah peristiwa pidana yang disandarkan dengan kealpaan, apabila dihubungkan dengan teori restorasi pidana, maka tidak semua peristiwa kecelakaan dapat diangkat menjadi sebuah perkara pidana walauapun aparat penegak hukum mempunyai kewenangan untuk menentukan.
- Bahwa dalam hal menentukan suatu peristiwa hukum adalah perbuatan pidana atau tidak, sudah seharusnya dipertimbangkan unsur harmoni dari masyakat dan unsur cost and benefit (biaya dan keuntungannya), apakah akibat perbuatan tersebut merusak sedemikian rupa harmoni, kenyamanan dan keselarasan kehidupan bermasyarakat? Demikian halnya juga pertimbangan akan besarnya beban yang dipikul (cost) dan keuntungan yang akan diperoleh apabila peristiwa sosial tersebut diangkat sebagai peristiwa pidana.
- Bahwa sepanjang harmonisasi dalam masyarakat sudah terpenuhi, para pihak-pihak yang langsung terlibat sudah nyaman dengan keadaan yang dialami, masyarakat umum tidak bergejolak, bukan tidak mungkin dan tidak dapat dipersalahkan atas peristiwa karena kealpaan tidak dianggap sebagai sebuah tindak pidana;
5. Saksi Ahli dr. Rory Hartono, Laki-laki, Umur: 49 Tahun, Pekerjaan: Dokter Forensik Rumah Sakit Dr. Moerwadi, Agama: Islam, Alamat: Pucangan Baru No.2, Kartasura, di bawah sumpah memberi keterangan sebagai berikut :
- Bahwa ahli tidak mengenal Terdakwa, dan tidak ada hubungan keluaga, ahli memiliki keahlian di bidang Forensik.
- Bahwa ilmu forensik dibagi atas 5 bidang, yaitu :
1. Forensik Klinik
2. Forensik Patologi
3. Forensik Toksikologi
4. Forensik DNA (ke-ayahan)
5. Forensik Etiko Medicologi
- Bahwa tujuan forensik adalah untuk mencari bukti-bukti sebagai alat bukti yang diperlukan oleh si peminta berdasarkan pemeriksaan pada saat itu.
- Bahwa untuk mengetahui penyebab kematian jika tidak mengetahui secara langsung kondisi mayat, maka ahli dapat mengetahuinya dengan mempelajari rekam medik dan juga visum et repertum.
- Tanggapan ahli terkait dengan visum et repertum atas nama korban Saptaningsih yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum, yaitu jika ada benturan berat yang mengakibatkan meninggalnya korban, maka hal tersebut merupakan tanda ada patahnya 1 atau 2 tulang dasar tengkorak yang mengakibatkan darah akan keluar sehingga bisa keluar lewat hidung dan mulut yang menunjukkan benturan tersebut signifikan (trauma benda tumpul bukan benda tajam).
- Bahwa dalam kasus ini, berdasarkan visum et repertum korban Saptaningsih terdapat memar yang berarti ada trauma benda tumpul yang signifikan. Jika diinterpretasikan, hanya ditemukan memar dan luka tidak ada bengkak. Hal ini berarti memar tersebut diakibatkan oleh trauma benda tumpul yang signifikan. Dalam hal ini, hasil analisis ahli adalah akurat.
- Ahli menerangkan bahwa kepala manusia tersusun oleh tulang-tulang yang sangat keras. Dalam hal terjadi luka ringan, maka darah tidak akan keluar, darah keluar dari berbagai jalur apabila tulang-tulang di kepala pecah, begitupula dengan kondisi korban Saptaningsih.
- Bahwa terhadap benturan yang sangat keras ini ahli menerangkan bahwa baik korban mengenakan helm atau tidak, maka tetap akan berakibat sama yaitu patahnya tulang di kepala, hal ini diakibatkan benturan yang sangat keras, hebat dengan benda tumpul .
- Bahwa ahli menyatakan bahwa bemper mobil adalah benda tumpul.
- Bahwa memar/ luka yang dialami korban Saptaningsih bersih dan hanya memar karena benturan benda tumpul, dalam artian tidak ada luka goresan benda kasar maupun kotoran aspal. Dalam hal ini, jika korban jatuh langsung mengenai aspal tentunya ada luka. Akan tetapi, dalam kasus ini ternyata tidak ada bekas aspal.
- Bahwa perbedaan trauma benda tumpul dan tajam, yaitu pada trauma benda tumpul dinding tepinya tidak beraturan, sedangkan pada trauma benda tajam dindingnya rapi dan teratur.
- Bahwa untuk menentukan derajat luka bisa dilihat dari lukanya kemudian diperhatikan. Dalam hal ini, ada 3 derajat luka yaitu ringan, sedang, dan berat. Definisi luka ringan yaitu tidak mengganggu pekerjaannya. Luka Sedang berarti perlu perawatan beberapa hari. Sedangkan luka berat misalnya amputasi dan mematikan. Pembagian ini dinilai dari jenis luka dan akibat yang ditimbulkan oleh luka tersebut.
- Bahwa berdasarkan Visum Et Repertum atas nama korban Samto Warih Waluyo dapat disimpulkan bahwa hal tersebut termasuk derajat ringan karena tidak mengganggu pekerjaan atau aktivitasnya dan juga tidak memerlukan rawat inap.
6. Terdakwa LANJAR SRIYANTO, Laki-laki, Umur: 35 Tahun, Pekerjaan: Buruh, Agama: Islam, Alamat: Dsn. Dadapan RT 7/12 Ds. Kalitirto Kec. Berbah Kab Sleman Ds. Jajar RT 3/6 Kec. Laweyan, Surakarta memberi keterangan sebagai berikut :
- Bahwa kecelakaan tersebut bermula dari maksud Terdakwa yang bersama istri dan anaknya dari Boyolali mau pulang ke Sleman. Akan tatapi Terdakwa mau pulang terlebih dulu ke tempat kontrakannya di Ds. Jajar dengan mengendarai Sepeda motor Yupiter.
- Bahwa kondisi sepeda motor Terdakwa saat itu adalah normal.
- Bahwa Terdakwa sampai di daerah Gajahan Colomadu ke arah Solo berada di belakang Suzuki Carry berusaha mendahului mobil tersebut.
- Bahwa Terdakwa telah melihat ke kiri dan ke kanan mobil, karena jalan begitu ramai, maka Terdakwa tidak jadi mendahului dan kemudian mengambil posisi di tengah, di belakang mobil Suzuki Carry dengan jarak ± 4 meter.
- Bahwa Mobil Suzuki Carry kemudian secara mendadak mengurangi lajunya tanpa ada tanda dari lampu stopper mobil. Pada saat kecelakaan tersebut, Terdakwa sudah sempat mengerem dengan sekuat tenaga. Akan tetapi, tidak bisa menghentikan laju motor yang oleng dan akhirnya bemper motornya menabrak mobil Carry (mengenai bemper belakang).
- Bahwa Terdakwa memilih tetap menabrak bemper belakang mobil Carry karena apabila dia membelokkan ke kiri atau ke kanan maka kendaraan akan di tabrak oleh mobil yang berada baik dari belakang atau depannya.
- Bahwa Terdakwa berusaha melindungi anaknya yang kemudian mereka berdua jatuh ke sebelah utara, sedangkan istrinya yang terlepas dari tangan Warih jatuh ke arah selatan yang kemudian tertabrak mobil Panther No.Pol AE-1639-JA.
- Bahwa Terdakwa setelah jatuh melihat istrinya Saptaningsih tertabrak Mobil Isuzu Panther, kemudian Terdakwa Pingsan.
- Bahwa Terdakwa sadar saat berada di Rumah sakit TNI AU Adi Soemarmo dan mengetahui istrinya meninggal dunia, sedangkan anaknya luka-luka.
- Bahwa Terdakwa tahu telah ada perjanjian perdamaian antara adik terdakwa Taru Tristianto dengan Pandi Widodo yang menyatakan masing-masing pihak tidak akan melakukan penuntutan.
- Bahwa Terdakwa tidak diberi print out BAP pihak penyidik Polres Karanganyar. Hanya membaca di layar komputer dan terdakwa tidak mengetahui apakah ada perbedaan antara BAP yang di komputer dan yang telah di print out.
III. ANALISA FAKTA
Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, dan keterangan Terdakwa serta bukti-bukti yang terungkap di persidangan, maka dapat diperoleh fakta-fakta sebagai berikut :
- Bahwa telah terjadi kecelakaan lalu-lintas pada tanggal 21 September 2009, sekitar Pukul 08.10 WIB di Ds. Gajahan, Colomadu, Karanganyar dengan korban dua orang luka-luka dan satu orang meninggal dunia.
- Bahwa dalam kecelakaan tersebut, istri Terdakwa yang bernama Saptaningsih meninggal dunia dan anaknya yang bernama Samto Warih Waluyo mengalami luka ringan.
- Berdasarkan Visum et Repertum Nomor: VER/14/X/2009 tanggal 16 Oktober 2009 atas nama Saptaningsih, yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. C. Kunto Aji TS, dokter pada RS TNI AU Lanud Adi Sumarmo, pada bagian kesimpulan menerangkan: pasien meninggal dunia dengan pendarahan dari mulut dan hidung, disertai memar kemungkinan karena trauma benda tumpul pada kepala derajat berat.
- Berdasarkan Visum et Repertum Nomor: VER/13/X/2009 tanggal 16 Oktober 2009 atas nama Samto Warih Waluyo, yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. C. Kunto Aji TS, dokter pada RS TNI AU Lanud Adi Sumarmo, dengan hasil pemeriksaan luka sobek di dahi ± 1 x 5 cm, dan pada bibir atas 1 x 1 cm. Kesimpulan: telah dilakukan pemeriksaan korban laki-laki berumur 10 tahun dengan luka sobek di dahi dan bibir atas kemungkinan karena trauma benda tumpul derajat ringan.
- Bahwa kecelakaan tersebut bermula dari Terdakwa (Lanjar Sriyanto) yang mengendarai Sepeda Motor Yamaha No.Pol AD-5630-U, berboncengan dengan anak dan istrinya (Samto Warih Waluyo dan Saptaningsih) dari Colomadu ke arah Solo atau dari barat menuju Timur dengan kecepatan ± 50 Km/jam berjalan searah di belakang Kendaraan Suzuki Carry. Dalam hal ini, tiba-tiba pengemudi Suzuki Carry mengurangi laju kendaraannya secara mendadak, sehingga Terdakwa tidak dapat mengontrol kendaraannya yang akhirnya menabrak bemper belakang Suzuki Carry tersebut. Terdakwa bersama putranya Samto Warih Waluyo jatuh kearah utara sejauh 110 cm, sedangkan istrinya Saptaningsih jatuh/ terpental ke arah selatan As jalan 200 cm dan kemudian tertabrak oleh kendaraan Isuzu Panther No.Pol AE-1639-JA yang berjalan dari arah berlawanan dan terpental sejauh 280 cm (Vide keterangan saksi Karyanto).
- Bahwa sebelum menabrak Mobil Carry tersebut, Terdakwa sudah berhati-hati, karena pandangan saat itu bebas dan sudah berusaha mengerem sepeda motor dengan sekuat tenaga pada saat terjadinya kecelakaan.
7. Berdasarkan keterangan saksi Karyanto selaku Penyidik dalam kecelakaan ini, menyatakan bahwa “Mobil Panther mempunyai peranan dalam kecelakaan ini yaitu sebagai yang menabrak sehingga menyebabkan matinya seseorang”.
8. Bahwa atas kecelakaan ini, telah ada surat pernyataan damai tertanggal 26 September 2009 yang dibuat oleh Taru Tistianto (saudara Terdakwa) dengan Pandi Widodo (Pemilik Panther) yang pada intinya sepakat untuk menyelesaikan masalah ini secara damai.
- Berdasarkan keterangan dr. C. Kunto Aji TS korban Saptaningsih datang sudah dalam keadaan meninggal dunia dikarenakan benturan benda tumpul, keluar darah di hidung dan mulut korban. Kondisi korban pertama kali diterima dalam keadaan lengkap (komplit), dalam artian baju masih lengkap. Di samping itu, telah dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh pada korban Saptaningsih, akan tetapi tidak diketemukan luka lain kecuali memar di bagian wajah sekitar hidung
- Berdasarkan keterangan Ahli Pidana Sudaryono, S.H.,M.Hum menyatakan bahwa teori Restorasi Justice dalam perkara ini dapat diterapkan, dimana penyelesaian suatu masalah pidana dapat diselesaikan di luar pengadilan. Dalam hal ini, apabila keharmonisan sosial telah terjalin (para pihak yang berperkara/ baik pelaku maupun korban telah sama-sama menerima secara baik), maka penegak hukum dapat menghentikan perkaranya untuk diperiksa di Pengadilan.
11. Berdasarkan keterangan ahli forensik dr.Rory Hartono dijelaskan bahwa memar yang dialami korban Saptaningsih bersih dan hanya memar karena benturan benda tumpul, dalam artian tidak ada luka goresan benda kasar maupun kotoran aspal. Di samping itu, berdasarkan visum et repertum atas nama korban Saptaningsih jika diinterpretasikan hanya ditemukan memar dan luka tidak ada bengkak.
12. Berdasarkan Visum Et Repertum atas nama korban Samto Warih Waluyo dapat disimpulkan bahwa hal tersebut termasuk derajat ringan karena tidak mengganggu pekerjaan atau aktivitasnya dan juga tidak memerlukan rawat inap (vide keterangan ahli forensik dr.Rory Hartono).
Bahwa atas fakta tersebut di atas, pertanyaan yang mengusik dan mengganjal kita adalah apakah seorang lanjar sriyanto harus diproses secara hukum pidana, mendekam di ruang tahanan dan didakwa karena kealpaan menyebabkan matinya/hilangnya nyawa seseorang Septaningsih yang tidak lain adalah istrinya dan atau didakwa karena kealpaan menyebabkan luka-luka seseorang Samto Warih Waluyo yang tidak lain dan tidak bukan adalah anaknya oleh karena “kecelakaan lalulintas yang terjadi dan melibatkan Suzuki Carry tidak dikenal, Yamaha No.Pol.AD-5630-U. yang dikemudikan terdakwa dan Mobil Isuzu Panter No.Pol.AE-1639-JA yang dikemudian oleh saksi Hendy Eko Purwanto.” Kenapa hanya Lanjar Sriyanto yang didudukkan sebagai pesakitan menjadi tersangka, terdakwa dan sempat mendekam dalam tahanan atas kecelakaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa tidak hanya terdakwa akan tetapi ada pihak lain ? apakah hanya karena karena ketiadaan kemampuan kemampuan memahami hukum, ekonomi, sosial. Seorang lanjar Sriyanto harus dianggap bertanggung karena kealpaan mengakibatkan hilangnya nyawa ? Mengapa pihak lain yang terlibat dalam kecelakaan tersebut tidak juga dianggap bertanggung-jawab dan didakwa ? Pertanyaan ini sedikit banyak mewakili rasa keadilan masyarakat atas proses penegakan hukum, masyarakat, awam sudah sedemikian cerdas mengamati mencermati bahwa ternyata proses penegakan hukum yang terjadi lebih berpihak kepada mereka yang punya kemampuan.
Menjawab pertanyaan tersebut di atas, dengan mengikuti cara pandang rekan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini, akan sulit dibayangkan betapa repotnya lembaga peradilan harus memeriksa dan mengadili setiap kecelakaan lalulintas oleh setiap kecelakaan adalah merupakan peristiwa pidana yang harus dicari siapa yang harus bertanggung-jawab. Karena berdasar catatan kecelakaan yang terjadi di jalan raya adalah sekitar 547 peristiwa kecelakaan pada tahun 2008 dan 257 peristiwa kecelakaan pada tahun 2009 (Solopos, 6 Februari 2010). Pada konteks ini akhirnya hukum pidana hanya menjadi rule by order, wacht dog, anjing penjaga pintu yang siap menggonggong dan bahkan menggigit kepada siapa saja yang datang dimalam hari. Hukum pidana dengan pasal kealpaannya menjadi sebuah represi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam setiap kecelakaan lalulintas yang terjadi, oleh karena sama sekali tidak ada ampun bagi “barangsiapa” yang kealpaannya menyebabkan hilangnya nyawa seseorang dalam kecelakaan harus dihadapkan dengan pasal ini.
Namun, ternyata cara pandang Jaksa Penuntut Umum sebagaimana dalam perkara ini ternyata tidak demikian dalam kenyataannya. Berdasar catatan data kecelakaan Tahun 2009 misalnya, Catatan di Polres Karanganyar tentang kecelakaan adalah 254 kecelakan lalu lintas yang terjadi dengan korban MD (meninggal dunia) 67 (enam puluh tujuh orang) (AKP Andhika Bayu A., SIk, Kasatlantas Polres Karanganyar, Solopos, 6 Februari 2010), pertanyaannya apakah di Pengadilan Negeri Karanganyar telah memeriksa 254 (dua ratus lima puluh empat) peristiwa kecelakaan dan atau setidak-tidaknya perkara kecelakaan yang mengakibatkan 67 (enam puluh tujuh) korban meninggal dunia ?, Pada sebuah peristiwa kecelakaan lainnya, masih segar dalam ingatan kita ketika rombongan Presiden RI dengan pengawalan ketat menerobos masuk pintu tol dan mengakibatkan kecelakaan dan menimulkan korban, mengapa kecelakaan tersebut tidak diproses menggunakan hukum pidana ? Fakta ini sedikit banyak gambaran umum bahwa ternyata standarisasi kealpaan dalam kecelakaan lalulintas menjadi bias, tidak pasti dan tidak jelas. Kealpaan pada sebuah kecelakaan tidak lagi disandarkan kepada ada tidaknya sikap kehati-hatian dan menduga akibat yang ditimbulkan sebagaimana keterangan saksi Ahli dalam perkara ini Sudaryono,SH.MHum.
Bahwa terungkap dalam persidangan perkara ini ternyata menurut keterangan saksi verbalisan kealpaan menjadi belum cukup bukti untuk disangkakan kepada pengemudi Mobil Isuzu Panter No.Pol.AE-1639-JA yang mengakui menabrak korban Saptaningsih, sementara terdakwa yang terjatuh karena tidak mampu menguasai SPM yang dikendarai bersama anak dan istri terdakwa akibat mobil Suzuki Carry yang melaju didepannya berhenti mendadak sudah cukup bukti kealpaannya. Terungkap pula dalam persidangan bahwa atas kecelakaan tersebut telah terjadi kesepakatan pernyataan perdamaian antara pemilik mobil Isuzu Panther yang merupakan seorang Anggota Kepolisian Republik Indonesia, Briptu Pandi Widodo dengan keluarga korban Septaningsih untuk tidak melakukan tuntutan apapun dan bahkan terungkap pula kesediaan Pandi Widodo untuk mencabut berkas laporan dan atau mengeluarkan biaya-biaya untuk keperluan pengurusan kendaraan yang disita.
Bahwa walaupun menurut saksi penyidik lalulintas (Aiptu Karyanto) tidak ada korelasi apapun antara surat perdamaian dan atau surat pencabutan perkara dengan perkara ini, fakta lainnya yang terungkap dipersidangan antara lain (1) Mobil Isuzu Panther “diamankan” di Satlantas Polres Karanganyar sejak tanggal 21 September 2009 dan dipinjam pakai oleh saksi Pandi Widodo sejak tanggal 29 September 2009, sementara kesepakatan bersama dibuat pada tanggal 26 September 2009, (2) Surat Kesepakatan Perdamaian antara Pemilik Mobil Panther disertakan dalam berkas perkara dalam perkara ini, dan (3) perbedaan keterangan saksi Pandi Widodo dengan saksi Karyanto dalam hal pengajuan permohonan pinjam pakai atas mobil Isuzu Panther yang diamankan di Satlantas Polres Karanganyar semakin memberi gambaran biasnya kealpaan pada peristiwa kecelakaan yang diterapkan oleh penegak hukum yang mempunyai kewenangan. Bukan hal yang tidak mungkin oleh karena hubungan kedekatan emosional antara aparat penegak hukum e tat de corps dengan pemilik kendaraan Isuzu Panther dan atau kedekatan materiil bias penerapan kealpaan dalam peritiswa kecelakaan dalam perkara ini terjadi dan menjadi belum cukup bukti bagi pengemudi Isuzu Panther. Atau justru ketidakmampuan terdakwa Lanjar Sriyanto bisa kealpaan menjadi cukup bukti sehingga harus didudukkan sebagai tersangka dan terdakwa dalam perkara ini.
Bahwa apabila senyatanya demikian, maka jelas telah nampak sikap ketidak-adilan kepada terdakwa Lanjar Sriyanto yang tidak berkemampuan sehingga karenanya ketika masyarakat beramai-ramai memberikan dukungan moral kepada terdakwa adalah empati kepada terdakwa dan reaksi masyarakat menolak ketidak-adilan. Demikian halnya efek dari perkara ini, secara institusional melakukan pemeriksaan internal terhadap kinerja dari sebagian kita harus dimaknai sebagai peringatan dari Maha Yang Memiliki Hidup dan Rekayasa, bahwa kita sedang dijewer oleh gusti Allah melalui Lanjar Sriyanto dan seorang Warih Samto untuk selalu menerapkan ketentuan yang kita yakini sebagai hukum secara jujur, benar dan berkeadilan.
Majelis Hakim Yang Mulia
Rekan Jaksa Penuntut Umum
Hadirin Sidang
Bahwa jika cara pandang pemahaman letterlijk hukum pidana masih mempertahankan dan atau setidak-tidaknya membiarkan bias penerapan pasal kealpaan dalam peristiwa kecelakaan lalulintas sebagaimana dalam perkara ini, bukan tidak mungkin dikemudian hari seorang dari keluarga kita tidak mau atau menolak mengantar, membantu dan memboncengkan kita berkendara, hanya karena takut karena “kealpaan” apabila terjadi kecelakan harus diproses secara hukum. Jalan raya akan sangat sepi karena semua orang ketakutan terjerat pasal kealpaan apabila terjadi kecelakaan.
IV. ANALISIS YURIDIS
- Bahwa kami, Terdakwa melalui Penasehat Hukum Terdakwa, dengan ini menyatakan tidak sepaham dan tidak sependapat atas uraian pembuktian yang diajukan oleh Jaksa Penunutut Umum, mengenai tuntutan pidana yang dituduhkan kepada Terdakwa;
- Bahwa pada pembuktian hukum atas dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penunutut Umum sangatlah memberatkan dan merugikan Terdakwa baik secara moril maupun materiil, karena dari proses pembuktian dapat dibuktikan jika Terdakwa tidak melakukan tindakan yang dapat memenuhi unsur-unsur pidana;
- Bahwa sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penunutut Umum kepada Terdakwa, dimana Terdakwa didakwa dengan dakwaan kumulatif, yaitu:
· Dakwaan Kesatu: melanggar Pasal 359 KUHP.
· Dakwaan Kedua: melanggar Pasal 360 ayat (2) KUHP.
- Selanjutnya, apakah dakwaan kesatu dan dakwaan kedua Jaksa Penuntut Umum tersebut dapat dibuktikan secara hukum, agar dapat diketahui bersalah atau tidaknya Terdakwa, maka untuk itu akan terlebih dahulu dilakukan analisis hukum terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut.
- Majelis Hakim yang kami muliakan,
- Sdr. JPU yang kami hormati,
- Sidang yang terhormat,
a. Dakwaan Error in Persona
Berdasarkan uraian Dakwaan Kesatu Jaksa Penuntut Umum disebutkan bahwa “….korban Saptaningsih terjatuh/ terpental ke arah selatan as jalan dan tertabrak oleh kendaraan Isuzu Panther No. Pol AE-1639-JA yang berjalan dari arah berlawanan pada jalurnya di sebelah selatan as jalan”. Mengacu pada uraian dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut tentunya yang harus bertanggung jawab dalam kasus kecelakaan ini adalah pengemudi Mobil Isuzu Panther No. Pol AE-1639-JA.
Hal ini sesuai dengan fakta-fakta persidangan, yaitu keterangan saksi Karyanto yang merupakan Penyidik Polres Karanganyar dalam kasus kecelakaan ini yang menyatakan bahwa “Mobil Panther mempunyai peranan dalam kecelakaan ini yaitu sebagai yang menabrak sehingga menyebabkan matinya seseorang”. Patut menjadi pertanyaan besar mengapa justru Terdakwa yang diharuskan mempertanggungjawabkan perbuatan ini?? Sedangkan berdasarkan keterangan saksi Karyanto di atas, jelas menyatakan bahwa peran besar yang menyebabkan matinya korban adalah mobil Panther yang menabrak korban dari arah berlawanan.
b. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum kabur, tidak jelas dan tidak cermat (Obscuur Libel)
Bahwa dalam surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum adalah tidak jelas dan kabur. Hal ini dikarenakan :
· Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP menentukan syarat tentang isi surat dakwaan ialah “harus berupa uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan.”
· Bahwa yang dimaksud dengan cermat, jelas dan lengkap tidak saja menyebut seluruh unsur beserta dasar hukum (Pasal) dari peraturan perundangan pidana yang didakwakan, melainkan juga menyebut secara cermat, jelas, dan lengkap tentang unsur-unsur tindak pidana pasal yang didakwakan yang harus jelas pula cara tindak pidana dilakukan oleh terdakwa dan kaitannya atau hubungannya dengan peristiwa atau kejadian nyata yang didakwakan.
· Bahwa di dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum tidak menjelaskan mengenai “unsur karena salahnya menyebabkan matinya orang” sebagaimana yang disyaratkan dalam Pasal 359 KUHP. Padahal dalam kasus ini unsur kesalahan tidak ada pada diri Terdakwa. Mengingat, dalam teori hukum pidana ada prinsip aktual dan faktual, yaitu siapa yang secara langsung menabrak itu yang menjadi Terdakwa. Dalam kasus ini, di dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum justru menguraikan bahwa “….korban Saptaningsih terjatuh/ terpental ke arah selatan as jalan dan tertabrak oleh kendaraan Isuzu Panther No. Pol AE-1639-JA yang berjalan dari arah berlawanan pada jalurnya di sebelah selatan as jalan”. Hal ini tentu menunjukkan bahwa Dakwaan Jaksa Penuntut Umum kabur, tidak jelas dan tidak cermat (Obscuur Libel).
Selanjutnya, kami selaku Tim Penasehat Hukum Terdakwa akan melakukan analisis hukum terhadap dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Oleh karena itu, akan kami buktikan terlebih dahulu dakwaan kesatu.
Unsur-unsur dalam Dakwaan Kesatu:
Bahwa Terdakwa didakwa dalam dakwaan Kesatu sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 359 KUHP.
Adapun unsur-unsurnya sebagai berikut :
1. Barangsiapa.
2. Karena salahnya menyebabkan matinya orang.
1. Barangsiapa
Di dalam tuntutannya Jaksa Penuntut umum telah menguraikan bahwasannya yang dimaksud dengan barangsiapa disini adalah subyek hukum dari pelaku suatu perbuatan pidana. Dan, orang tersebut adalah orang yang mampu bertanggung jawab serta dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya secara hukum.
Dalam hal ini, Jaksa Penuntut Umum telah melakukan kekeliruan. Hal ini dikarenakan menurut Jaksa Penuntut Umum dalam kasus ini orang yang mampu bertanggungjawab dan dapat dipertanggungjawabkan adalah Terdakwa.
Padahal, berdasarkan fakta persidangan jelas menunjukkan bahwa Terdakwa adalah sebagai korban. Dalam hal ini, berdasarkan keterangan saksi Karyanto yang merupakan Penyidik Polres Karanganyar dalam kasus kecelakaan ini menyatakan bahwa “Mobil Panther mempunyai peranan dalam kecelakaan ini yaitu sebagai yang menabrak sehingga menyebabkan matinya seseorang”.
Oleh karena, itu unsur barang siapa dalam kasus ini seharusnya bukan dialamatkan kepada Terdakwa. Melainkan, adalah sopir mobil Panther yang manabrak korban, sehingga menyebabkan matinya korban.
2. Karena salahnya menyebabkan matinya orang.
Menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Penerbit Politeia, dijelaskan bahwa mati orang disini tidak dimaksud sama sekali oleh Terdakwa. Akan tetapi, kematian tersebut hanya merupakan akibat daripada kurang hati-hati atau lalainya Terdakwa (delik culpa), misalnya seorang sopir menjalankan kendaraan mobil terlalu kencang, sehingga menubruk orang sampai mati, atau orang berburu melihat sosok hitam-hitam dalam tumbuh-tumbuhan, dikira babi rusa terus ditembak mati, tetapi ternyata sosok yang dikira meletus dan mengenai orang lain sehingga mati dan sebagainya.
Dalam hal ini, yang dimaksud karena salahnya adalah kurang hati-hati, lalai, lupa, amat kurang perhatian.
Berdasarkan fakta persidangan diketahui bahwa sebelum kecelakaan terjadi, kondisi sepeda motor saat itu adalah normal dengan kecepatan 50-60 km/jam dan karena Mobil Suzuki Carry secara mendadak mengurangi lajunya tanpa ada tanda dari lampu stopper mobil, maka terjadilah tabrakan tersebut. Padahal, Terdakwa sudah mengerem dengan sekuat tenaga. Akan tetapi, tidak bisa menghentikan laju motor yang oleng dan akhirnya bemper motornya menabrak mobil Carry (mengenai bemper belakang).
Hal ini tentu menunjukkan bahwa Terdakwa sudah sangat berhati-hati pada saat kecelakaan tersebut terjadi.
Hal yang patut menjadi pertanyaan di sini adalah penyebab matinya korban. Apakah karena kecelakaan tunggal, sehingga Terdakwa harus mempertanggungjawabkan kesalahannya ataukah ada kecelakaan lain yang menyebabkan matinya korban?? Hal ini sangat penting untuk membuktikan unsur “karena salahnya menyebabkan matinya orang”, sehingga orang yang dimintai pertanggungjawaban adalah orang yang tepat dan bukan orang yang dikorbankan akibat rekayasa hukum yang tidak memiliki akses keadilan.
Bahwa di dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum diuraikan bahwa: “….korban Saptaningsih terjatuh/ terpental ke arah selatan as jalan dan tertabrak oleh kendaraan Isuzu Panther No. Pol AE-1639-JA yang berjalan dari arah berlawanan pada jalurnya di sebelah selatan as jalan”. Ini tentu menunjukkan bahwa dalam kasus ini, bukanlah kecelakaan tunggal. Melainkan, ada kecelakaan lain yang menyebabkan matinya korban. Hal ini sesuai dengan keterangan saksi Karyanto selaku Penyidik dalam kecelakaan ini, yang menyatakan bahwa “Mobil Panther mempunyai peranan dalam kecelakaan ini yaitu sebagai yang menabrak sehingga menyebabkan matinya seseorang”.
Di samping itu, berdasarkan keterangan ahli forensik dr. Rorry Hartono menyatakan bahwa benturan keras yang menyebabkan korban Saptaningsih meninggal adalah akibat benturan keras benda tumpul dan bukan karena aspal. Hal ini dikarenakan kalau seseorang jatuh di aspal dengan permukaan kasar, pasti ada luka. Akan tetapi, fakta menunjukkan bahwa korban Saptaningsih tidak ditemukan bekas aspal. Dari fakta persidangan ini, tentunya dapat disimpulkan bahwa penyebab kematian korban adalah akibat terkena bumper mobil Panther.
Oleh karena itu, jelas bahwa dalam kasus ini “unsur karena salahnya menyebabkan matinya orang”, jelas tidak tepat jika dialamatkan kepada Terdakwa. Mengingat, tidak ada hubungan kausalitas kekuranghati-hatian Terdakwa dengan penyebab matinya korban Saptaningsih.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa “Unsur-unsur Pasal 359 KUHP” adalah tidak terbukti.
Unsur-unsur Dalam Dakwaan Kedua:
Bahwa Terdakwa didakwa dalam dakwaan Kedua sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 360 ayat (2) KUHP.
Dalam hal ini, isi Pasal ini hampir sama dengan Pasal 359 KUHP, bedanya hanya bahwa akibat dari Pasal 359 adalah “mati” orang, sedang akibat dalam Pasal 360 adalah:
- Luka berat (lihat Pasal 90); atau
- Luka yang menyebabkan jatuh sakit (ziek bukan pijn) atau terhalang pekerjaan sehari-hari (lihat catatan pada Pasal 352.)
Dalam hal ini, karena salahnya (kurang hati-hatinya) menyebabkan orang luka ringan (tidak ziek dan tidak terhalang pekerjaan sehari-hari), tidak dikenakan pasal ini (R.Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Penerbit Politeia, Tahun 1976).
Berdasarkan Fakta Persidangan dan Keterangan Ahli dr. Rory Hartono menyatakan bahwa Visum et Repertum atas nama korban Samto Warih Waluyo termasuk derajat ringan. Dalam hal ini, derajat luka ditentukan dari luasnya luka, apakah luka tersebut mengganggu aktivitasnya atau tidak, dan memerlukan rawat inap atau tidak. Dalam kasus ini, sesuai dengan fakta persidangan jelas menyatakan bahwa korban Samto tidak menjalani rawat inap, melainkan hanya diberikan pengobatan pada dahi dan bibir untuk selanjutnya di bawa pulang ke rumah dan juga tidak sampai menghalangi aktivitas sehari-hari korban.
Oleh karena itu, sesuai dengan fakta persidangan tersebut jelas menunjukkan bahwa korban Samto hanya mengalami luka ringan. Berdasarkan pendapat R.Soesilo di atas, bahwa karena salahnya (kurang hati-hatinya) menyebabkan orang luka ringan (tidak ziek dan tidak terhalang pekerjaan sehari-hari), tidak dikenakan pasal ini.
Dengan demikian “Unsur-unsur Pasal 360 ayat (2) KUHP” adalah tidak terbukti dan tidak dapat digunakan untuk menjerat Terdakwa.
Di samping analisis yuridis terhadap Dakwaan Kesatu dan Kedua Jaksa Penuntut Umum yang jelas tidak terbukti sesuai dengan fakta-fakta persidangan. Kami selaku Tim Penasihat Hukum Terdakwa juga akan mengemukakan pendapat-pendapat ahli hukum yang sangat relevan untuk dipertimbangkan dalam kasus ini, antara lain:
1. Bahwa menurut Guru Besar Sosiologi Hukum Universitas Diponegoro, Profesor Satjipto Rahardjo (Alm), menyatakan: Hukum bukan teks semata, tetapi terkait alam pikiran dan nurani manusia yang menjalankan (Harian KOMPAS, 19/12/2008). “Seorang Hakim dapat berbeda pendapat dengan polisi dan jaksa, dalam mengambil keputusan. Berhukum itu tak hanya berbasis teks, tetapi juga akal sehat dan nurani”. Berhukum berdasarkan book-rule amat tidak cukup dan dibutuhkan berhukum dengan nurani (Harian Kompas, Senin 08/06/2009).
2. Bahwa menurut Mantan Hakim Agung, Bismar Siregar selalu mengatakan, ”Saya akan mendahulukan keadilan daripada hukum”. Dasar seorang hakim dalam mengambil putusan adalah ”Demi Keadilan”, bukan demi hukum semata. (Buku: Hukum Hakim dan Keadilan Tuhan, Penerbit: Gema Insani, Jakarta, 1995, hal. 19-20).
3. Bahwa menurut Teori Prioritas Gustav Radbruch, seorang Ahli Hukum dari Jerman, menyatakan: dalam mencapai tujuan hukum (keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum), maka jika terjadi benturan atau ketidakkonsistenan antara undang-undang dan keadilan dalam mencapai tujuan hukum, maka yang patut didahulukan adalah keadilan (Dikutip dari Buku: Inleiding Tot De Studie van Het Nederlandse Recht, terjemahan, Penulis: Van Apeldoorn, Penerbit: Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, hal. 23).
4. Bahwa menurut Ketua Mahkamah Konstitusi, Profesor Moh. Mahfud, MD, menyatakan: Penegakan hukum harus mengutamakan rasa keadilan dan berlandaskan hari nurani. Karena itu, ketika penerapan peraturan hukum (formal) tidak menunjukkan rasa keadilan dan hati nurani, peraturan itu dapat dilanggar. ”Saat proses hukum secara formalitas sudah diterapkan dengan benar, tetapi dalam penerapannya ternyata juga melanggar keadilan, hati nurani, dan hak asasi manusia maka hakim harus memproritaskan keputusan berdasarkan keadilan, hati nurani, dan hak asasi manusia”. Inilah yang disebut dengan keadilan subtantif bukan normatif-legalistik formalistik (Harian KOMPAS, Kamis, 07/01/2010, hal. 2).
5. Bahwa menurut Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Profesor Indriyanto Seno Aji, berpendapat dalam kasus ini: korban tak layak dan tak bisa dijadikan terdakwa. ”Ia justru korban. Jika majelis hakim yang mengadilinya cermat, saat dakwaan dibacakan, hakim sudah bisa menyatakan dakwaan harus dibatalkan karena kabur dan tidak cermat,”. Oleh karena kasusnya terlanjur berjalan di pengadilan, hakim harus membebaskan Terdakwa. Sebagai gantinya, pengemudi mobil Panther itu yang harus dijadikan terdakwa, sebab dalam hukum pidana ada prinsip aktual dan faktual, siapa yang secara langsung menabrak itu yang menjadi terdakwa (Harian KOMPAS, Senin, 11/01/2010, hal. 1).
6. Bahwa menurut Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia yang lain, Dr. Rudi Satrio, berpendapat dalam kasus ini: langkah yang dilakukan polisi dinilai kurang tepat. “Sebetulnya kesalahan tidak ada, karena istrinya tewas ditindas sama orang lain (Mobil Isuzu Panther). Kepada suami tersebut (terdakwa Lanjar) tidak dapat dipertanggungjawabkan karena dia juga jadi korban dalam kasus ini”. Dia bukan penyebab kematian istrinya (Harian SOLOPOS, Rabu, 13/01/2010 hal. 8).
VI. Kesimpulan
Bahwa berdasar hal-hal yang telah diuraikan dalam poin per poin tersebut di atas, maka kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa menyampaikan kesimpulan atas semua fakta-fakta yang terungkap selama dalam persidangan, sebagai berikut :
1. Bahwa kecelakaan tersebut bermula dari Terdakwa (Lanjar Sriyanto) yang mengendarai Sepeda Motor Yamaha No.Pol AD-5630-U, berboncengan dengan anak dan istrinya (Samto Warih Waluyo dan Saptaningsih) dari Colomadu ke arah Solo atau dari barat menuju Timur dengan kecepatan ± 50 Km/jam berjalan searah di belakang Kendaraan Suzuki Carry. Dalam hal ini, tiba-tiba pengemudi Suzuki Carry mengurangi laju kendaraannya secara mendadak, sehingga Terdakwa tidak dapat mengontrol kendaraannya yang akhirnya menabrak bemper belakang Suzuki Carry tersebut. Terdakwa bersama putranya Samto Warih Waluyo jatuh kearah utara sejauh 110 cm, sedangkan istrinya Saptaningsih jatuh/ terpental ke arah selatan As jalan 200 cm dan kemudian tertabrak oleh kendaraan Isuzu Panther No.Pol AE-1639-JA yang berjalan dari arah berlawanan dan terpental sejauh 280 cm (Vide keterangan saksi Karyanto).
2. Bahwa sebelum menabrak Mobil Carry tersebut, Terdakwa sudah berhati-hati, karena pandangan saat itu bebas dan sudah berusaha mengerem sepeda motor dengan sekuat tenaga pada saat terjadinya kecelakaan.
3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Error in Persona. Hal ini sesuai dengan fakta-fakta persidangan, yaitu keterangan saksi Karyanto yang merupakan Penyidik Polres Karanganyar dalam kasus kecelakaan ini yang menyatakan bahwa “Mobil Panther mempunyai peranan dalam kecelakaan ini yaitu sebagai yang menabrak sehingga menyebabkan matinya seseorang”. Oleh karena itu, yang seharusnya dijadikan terdakwa dalam kasus ini adalah pengemudi mobil Panther dan bukan Terdakwa yang justru merupakan korban kecelakaan.
4. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum kabur, tidak jelas dan tidak cermat (Obscuur Libel). Hal ini dikarenakan di dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum tidak dapat menjelaskan mengenai “unsur karena salahnya menyebabkan matinya orang” sebagaimana yang disyaratkan dalam Pasal 359 KUHP. Padahal dalam kasus ini unsur kesalahan tidak ada pada diri Terdakwa. Mengingat, dalam teori hukum pidana ada prinsip aktual dan faktual, yaitu siapa yang secara langsung menabrak itu yang menjadi Terdakwa. Dalam kasus ini, di dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum justru menguraikan bahwa “….korban Saptaningsih terjatuh/ terpental ke arah selatan as jalan dan tertabrak oleh kendaraan Isuzu Panther No. Pol AE-1639-JA yang berjalan dari arah berlawanan pada jalurnya di sebelah selatan as jalan”. Hal ini tentu menunjukkan bahwa Dakwaan Jaksa Penuntut Umum kabur, tidak jelas dan tidak cermat (Obscuur Libel).
5. Dalam kasus ini, korban meninggal bukan karena kecelakaan tunggal, sehingga Terdakwa harus mempertanggungjawabkan kesalahannya. Melainkan, ada kecelakaan lain yang menyebabkan matinya korban. Hal ini sesuai dengan keterangan saksi Karyanto selaku Penyidik dalam kecelakaan ini, yang menyatakan bahwa “Mobil Panther mempunyai peranan dalam kecelakaan ini yaitu sebagai yang menabrak sehingga menyebabkan matinya seseorang”.
6. Berdasarkan Keterangan Ahli dr. Rory Hartono menyatakan bahwa Visum et Repertum atas nama korban Samto Warih Waluyo termasuk derajat ringan. Dalam kasus ini, sesuai dengan fakta persidangan jelas menyatakan bahwa korban Samto tidak menjalani rawat inap, melainkan hanya diberikan pengobatan pada dahi dan bibir untuk selanjutnya di bawa pulang ke rumah dan juga tidak sampai menghalangi aktivitas sehari-hari korban.
7. Berdasarkan fakta persidangan tersebut, jelas menunjukkan bahwa korban Samto hanya mengalami luka ringan. Berdasarkan pendapat R. Soesilo sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa karena salahnya (kurang hati-hatinya) menyebabkan orang luka ringan (tidak ziek dan tidak terhalang pekerjaan sehari-hari), tidak dikenakan pasal ini.
VII. Permohonan
- Majelis Hakim yang kami muliakan,
- Sdr. JPU yang kami hormati,
- Sidang yang terhormat,
Bahwa berdasar hal-hal yang telah diuraikan panjang lebar tersebut di atas, maka sampailah kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa mohon kepada Majelis Hakim berkenan untuk menjatuhkan putusan dalam perkara ini secara arif dan bijaksana sebagai berikut :
- Menyatakan bahwa Terdakwa Lanjar Sriyanto tidak terbukti kesalahannya secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana baik pada dakwaan Kesatu dan Dakwaan Kedua.
- Membebaskan Terdakwa Lanjar Sriyanto dari semua tuntutan hukum (Vrijspraak) atau setidak-tidaknya melepaskan Terdakwa Lanjar Sriyanto dari semua tuntutan hukum (Ontslaag Van Alle Rechtsvervolging);
- Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya.
- Membebankan segala biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara.
Akhirnya, tibalah saatnya kami menutup pembelaan ini, dengan mengutip adagium hukum yang selalu kita dengar bersama, walau tidak pernah diterapkan secara konsisten, yaitu Azas Indubio Proreo yang artinya “Lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah.”
Dan akhir kata semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih melimpahkan berkat dan karunia kepada Majelis Hakim yang mengadili dan memutus perkara ini.
Sekian dan terima kasih.
Karanganyar, 11 Februari 2010
Hormat Kami,
Tim Penasihat Hukum Terdakwa
Muhammad Taufiq, S.H.,M.H.
| Budhi Kuswanto, S.H. |
Yossy Eka Rahmanto, S.H.
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment