TRIMs dan TRIPs

Bookmark and Share

Sebagaimana kita ketahui bahwa Uruguay Round merupakan suatu negosiasi global yang mencakup kehendak dan kepentingan negara berkembang maupun negara maju. Maka sisi lain yang juga harus dirundingkan di samping akses pasar dan penyempurnaan rules merupakan hal baru yang selama ini belum pernah ditandatangani oleh GATT, antara lain yakni perlindungan terhadap hak atas kekayaan intellectual property rights ( TRIPs ) dan disiplin dalam menerapkan kebijaksanaan di bidang investasi yang ada dampaknya terhadap perdagangan atau Trade Related Investment Measures ( TRIMs ).
Di bidang tersebut yang dituntut bagi negara maju sebagai imbalan untuk memperoleh akses ke pasar adalah kesediaan negara-negara berkembang untuk menerima kewajiban dalam kegiatan perdagangan. Juga kesediaan Indonesia dan negara-negara berkembang lainya dituntut untuk memberikan konsesi dalam pembukaan pasar di bidang services, termasuk aturan permainan untuk mengizinkan operasi perusahaan asing di bidang services dan kewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap pelanggaran hak-hak kekayaan intelektual (HaKI) serta membatasi kebebasan dalam menentukan kebijaksaan yang mengatur pola operasi perusahaan sejauh berkaitan dengan perdagangan.

A. TRIMs
TRIMs disebut juga dengan perjanjian penanaman modal. Perjanjian ini mengakui bahwa kebijakan penanaman modal suatunegara tertentu dapat membatasi atau bahkan merusak perdagangan dunia. Oleh karena itu, ketentuan baru ini mensyaratkan para negara anggota GATT agar tidak mempraktikkan perdagangan penanaman modal yang tidak sesuai dengan Pasal III (klausul perlakuan nasional) dan Pasal XI (larangan pembatasan kuantitatif) GATT. Untuk maksud itu, perjanjian ini akan dilampirkan dalam perjanjian GATT yang baru daftar-daftar yang berisi tindakan yang digolongkan sebagai TRIMs yang tidak sehat. Perjanjian ini mensyaratkan pula pemberitahuan wajib semua TRIMs yang tidak sehat tersebut dan pembatasannya. Jangka waktu yang diberikan untuk itu adalah 2 tahun untuk negara maju, 5 tahun untuk negara sedang berkembang, dan 7 tahun untuk negara-bnegara miskin. Di samping itu, perjanjian ini membentuk pula suatu komisi TRIMs yang tugasnya, antara lain mengawasi pelaksanaan perjanjian dan komitmen-komitmen negara anggota terhadap TRIMs.
Indonesia sendiri di bidang TRIMs perjanjian yang akan disepakati tidak mencakup msalah investasi seperti yang dikehandaki negara maju, melainkan terbatas pada pada interprestasi lebih lanjut terhadap ketentuan yang sudah ada dalam GATT. Dalam perjanjian yang akhirnya disetujui dalam perjanjian Uruguay Round. Hal pokok yang menjadi hasil perjanjian di bidang TRIMs adalah penekanan kembali tentang ketentuan GATT yang melarang adanya “local content requirement dan trade balancing”
Di samping itu hal-hal yang harus diperhatikan dalam TRIMs antara lain :
1. Para penandatangan persetujuan (contracting parties), dalam waktu 90 hari sejak berlakunya persetujuan WTO harus menotifikasi semua TRIMs yang diterapkan dan dinilai dapat menghambat dan mengganggu jalannya perdagangan bebas
2. Semua TRIMs yang telah dinotifikasikan tersebut harus dihapuskan dalam waktu dua tahun sejak berlakunya Persetujuan WTO bagi negara maju, lima tahun bagi negara-negara berkembang, dan tujuh tahun bagi Negara-negara berkembang terbelakang
3. TRIMs yang penetapannya kurang dari 180 hari sejak berlakunya Persetujuan WTO, tidak mendapat masa transisi
4. Atas permintaan sesuatu negara berkembang dan negara berkembang paling terbelakang dapat meng-ajukan perpanjangan masa transisi atas aspek-aspek TRIMs yang belum terselesaikan selama masa transi-si, dengan disertai uraian kesulitan-kesulitan yang di-alami, terutama yang berkaitan dengan masalah perdagangan, neraca pembayaran dan tingkat kema-juan pembangunan yang sudah dicapai.
5. Suatu komite TRIMs akan dibentuk, yang bertugas untuk memantau pelaksanaan dari ke-tentuan-ketentuan Persetujuan ini
6. Dalam jangka waktu tidak lebih dari lima tahun sejak berlakunya persetujuan WTO, Council for Trade in Goods harus mengevaluasi pelaksana-an persetujuan ini dan apabila perlu mengajukan usul perubahan Per-setujuan TRIMs ke pertemuan Tingkat Menteri, terma-suk kemungkinan melengkapinya dengan ketentuan tentang investment policy and competition policy


B. TRIPs
Perjanjian ini mengakui adanya praktik-praktik Negara yang berbeda dalam memberikan standard perlindungan dan pelaksanaan hak milik intelektual, kurangnya prinsip-prinsip multilateral, ketentuan-ketentual serta aturan-aturan mengenai perdagangan barang tiruan. Adanya perbedaan praktik ini telah menimbulkan ketegangan dalam hubungan ekonomi internasional. Ketentuan perjanjian mengenai bidang ini diperlukan untuk mengantisipasi timbulnya ketegangan tersebut. Untuk itu perjanjian Uruguay menetapkan penerapan prinsip-prinsip dasar GATT dan perjanjian-perjanjian hak milik yang relevan perjanjian mengenai pelaksanaan atau penegakan hak-hak tersebut, penyelesaian sengketa multilateral dan peraturan peralihannya. Ketentuan tersebut dijabarkan lebih lanjut ke dalam tiga bagian. Bagian pertama menetapkan ketentuan umum dan prinsip dasarnya. Ketentuan dan prinsip tersebut berupa komitmen perlakuan nasional yang memperlakukan warga negara lain dengan perlakuan yang sama seperti kepada warga negaranya dalam hal perlindungan hak milik intelektual. Ketentuan ini mengandung juga suatu klausul perlakuan yang sama terhadap semua warga negara. Ketentuan demikian merupakan suatu hal yang beru dalam perjanjian hak milik intelektual internasional. Lebih lanjut ditegaskan pula bahwa perlakukan tersebut harus diberikan secara langsung dan tanpa syarat kepada warga negara asing lain. Bagian kedua mengatur bentuk-bentuk hak milik intelektual. Khusu mengenai hak cipta, para pihak diwajibklan untuk mematuhi isi ketentuan-ketentuan Konvensi Berne (1971) bagi perlindungan karya-karya literatur seni. Bagian ketiga mengatur kewajiban-kewajiban anggota pemerintah untuk memberikan prosedur-prosedur dan upaya penanggulangan menurut hukum nasionalnya masing-masing. Tujuanya adalah untuk menjamin agar milik intelektualnya dapt dilaksanakan secara efektif, baik pemegang hak-hak oleh warga asing ataupun juga oleh warga negaranya. Prosedur ini mengizinkan tindakan efektif terhadap pelanggaran hak milik intelektual. Tindakan efektif tersebut harus adil dan jujur, dan tidak berkepanjangan yang menyebabkan keterlambatan atau proses yang bertele-tele. Dalam perjanjian ini membentuk pula suatu Dewan Perdagangan Hak Milik Intelektual ( Council for Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights ). Badan ini bertugas memonitor pelaksanaan perjanjian dan penataanya oleh para pemerintah. Apabila timbul sengketa dalam bidang ini, prosedur penyelesaian sengketanya juga berlangsung menurut prosedur penyelesaian sengketa yang ada dalam GATT.
Di bidang TRIPs ini Indonesia seperti juga Negara berkembang lainnya, ditempatkan dalam kedudukan yang terpaksa untuk memikul beban dan memberikan perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual dari Negara maju sebagai imbalan dalam kesedian Negara maju menyelesaikan perundingan Uruguay Round dan memberikan akses ke pasar. Untuk mengantisipasi adanya kesulitan dalam melaksanakan imlementasi, pihak Indonesia dalam perundingan berulang kali menekankan perlunya pemikiran mengenai masalah pelaksanaan. Berdasarkan pertimbangan itu Indonesia menghendaki adanya fleksibilitas dalam ketentuan menerapkan kewajiban enforcement dan bantuan teknis yang konkret dalam pelaksanaan. Dalam perjanjian TRIPs, telah disepakati perlunya ada bantuan teknis untuk melaksanakan enforcement dalam kewajiban TRIPs.
Kewajiban yang harus dipenuhi Negara anggota dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap hak milik intyelektual antara lain :
1. Membenarkan kegiatan yng bertujuan untuk menghentikan setiap pelanggaran thd hki
2. Pelaksanaan hukum tth HKI tidaklah boleh menjadi hambatan thd perdagangan dunia
3. Prosedur law enforcement haruslah adil.
4. Putusan tentang perselisihan antar anggota harus tertulis dan didasarkan pada bukti yang ada.
5. Dalam penyelesaian perkara terhadap pihak yang kalah diberikan hak untuk banding.






Sumber :
Syahmin AK, Hukum Dagang Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005)
H. S. Kartadjoemena, GATT/WTO dan Hasil Uruguay Round, (Jakarta: UI-Press, 1997),

http://khaerulhtanjung.blogster.com
http://Indagagro.jabarprov.go.id

{ 0 comments... Views All / Send Comment! }