PERSEKONGKOLAN TENDER (KONSPIRASI) DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

Bookmark and Share

Reformasi yang terjadi di negara kita pada tahun 1998 telah membawa berbagai perubahan. Perubahan tersebut tentu mencakup bidang hukum dan ekonomi. Setelah reformasi banyak Undang-Undang dilahirkan dalam rangka pengaturan kembali hukum bisnis kita, misalnya undang-undang tentang kepailitan, HaKI, dan Anti Monopoli dan Persaingan Usaha tidak sehat. Walaupun sebenarnya kalau kita lihat dikeluarkannya undang-undang tersebut tidak telepas dari pengaruh IMF, dimana Pemerintah Indonesia telah menandatangani Letter of Intent dengan IMF. Namun, pembangunan ekonomi tersebut harus tetap diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pembangunan ekonomi telah menghasilkan banyak perubahan dan kemajuan serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Didorong oleh kemajuan yang telah dicapai selama ini, maka peluang-peluang usaha yang telah tercapai selama 3 (tiga) dasawarsa yang lalu membuat perkembangan usaha swasta diwarnai oleh berbagai bentuk kebijaksanaan Pemerintah. Dalam prakteknya, para Pengusaha yang dekat dengan alat kekuasaan mendapatkan kemudahan-kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak pada kesenjangan social. Dunia usaha dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan terciptanya iklim persaingan usaha serta terhindarinya pemusatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, seperti antara lain praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat, yang merugikan masyarakat yang bertentangan dengan cita-cita keadilan. Persaingan usaha tidak sehat merupakan persaingan antar Pelaku Usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa, yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Tindakan persaingan usaha ini dapat meliputi kegiatan monopoli, konspirasi, monopsoni dan oligopoly. Padahal sebagai demokrasi pembangunan perekonomian harus memberikan kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar. Oleh karena itu setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu.

Di Indonesia sendiri larangan tentang persaingan usaha tidak sehat diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha dalam berusaha, dengan cara mencegah timbulnya praktik-praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat lainnya dengan harapan dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif, dimana setiap pelaku usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat. Untuk itu diperlukan aturan hukum yang pasti dan jelas yang mengatur larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat lainnya. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga dibentuk komisi independent yang bertugas mengawasi pelaksanaan undang-undang tersebut yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Undang-Undang tersebut memberikan pengaturan tentang Perjanjian yang dilarang, Kegiatan yang dilarang serta Posisi Dominan. Salah satu Kegiatan yang dilarang dalam Undang-Undang ialah tentang Persekongkolan atau konspirasi. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dimaksud Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol. Dalam Black’s Law Dictionary mendefinisikan persekongkolan (conspiracy) sebagai berikut ;
”a combination or confederacy between two or persons formed for the purpose of committing, by their joint efforts, some unlawful or criminal act, or some act which is innocent in itself, but becomes unlawful when done concerted action of the conspirators, or for the purpose of using criminal or unlawful means to the commission of an act not itself unlawful”.
Yang perlu digaris bawahi adalah pertama, bahwa terjadi persekongkolan apabila ada tindakan melawan hukum. Kedua, suatu tindakan apabila dilakukan oleh satu pihak maka bukan merupakan perbuatan melawan hukum (unlawful) tetapi ketika dilakukan bersama (concerted action) merupakan perbuatan melawan hukum.
Ada dua jenis persekongkolan apabila melihat pihak-pihak yang terlibat yaitu: persekongkolan yang bersifat horizontal (horizontal conspiracy) dan persekongkolan yang bersifat vertikal (vertical conspiracy). Persekongkolan horizontal adalah persekongkolan yang diadakan oleh pihak-pihak yang saling merupakan pesaing, sedangkan persekongkolan vertikal adalah persekongkolan yang dibuat oleh pihak-pihak yang berada dalam hubungan penjual (penyedia jasa) dengan pembeli (pengguna jasa.)

Persekongkolan dalam persaingan usaha yang sering terjadi ialah persekongkolan tender dalam pengadaan barang dan jasa. Untuk pengadaan barang /jasa Pemerintah diatur dalam Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dimana telah diperbarui sebanyak tujuh kali dan yang terakhir ialah Perpres Nomor 95 Tahun 2007. Dalam suatu tender terdiri dari pihak pengguna jasa dan penyedia jasa sebagai pelaku usaha yang ingin melaksanakan proyek yang ditenderkan (peserta tender). Dalam pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya, pada prinsipnya dilakukan melalui metoda pelelangan umum Pelelangan umum adalah metoda pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya Dalam hal jumlah penyedia barang/jasa yang mampu melaksanakan diyakini terbatas yaitu untuk pekerjaan yang kompleks, maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan metoda pelelangan terbatas dan diumumkan secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi dengan mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu, guna memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi. Dalam hal metoda pelelangan umum atau pelelangan terbatas dinilai tidak efisien dari segi biaya pelelangan, maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan metoda pemilihan langsung, yaitu pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya serta harus diumumkan minimal melalui papan pengumuman resmi untuk penerangan umum dan bila memungkinkan melalui internet. Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.

Dari ketentuan tersebut di atas jelas tujuannya ialah menciptakan persaingan yang sehat antar pelaku usaha sebagai peserta tender. Pelaku usaha dilarang melakukan persekongkolan karena dapat menimbulkan terjadinya persaingan yang tidak sehat. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 diatur mengenai larangan ini, yaitu Pasal 22 yaitu :

Persekongkolan pelaku usaha dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Dalam Pasal 22 ini pihak lain bisa saja pemerintah, swasta ataupun pelaku usaha lain dalam tender yang sama. Pelaku usaha di sini juga dilarang melakukan persekongkolan dengan pelaku usaha lain untuk mengatur harga penawaran di luar prosedur pelaksanaan pengadaan sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat sehingga merugikan pihak lain.

Menurut Ayudha D Prayoga, kegiatan bersekongkol menentukan pemenang tender jelas merupakan perbuatan curang, karena pada dasarnya tender dan pemenangnya tidak bisa diatur dan bersifat rahasia (walaupun ada tender yang dilakukan secara terbuka). Sifat rahasia ini terlihat pada dokumen penawaran dimana sampulnya diberi perekat dan biasanya tertulis “JANGAN DIBUKA SEBELUM WAKTU PEMBUKAAN PENAWARAN” . Proses tender harus memenuhi unsur kerahasiaan dimana proses evaluasi dokumen penawaran bersifat rahasia dan dilaksanakan oleh panitia pengadaan secara independent. Informasi yang berhubungan dengan penelitian, evaluasi, klarifikasi, konfirmasi dan usulan calon pemenang tender tidak boleh diberitahukan kepada peserta tender atau orang lain yang tidak berkepentingan sampai keputusan pemenang diumumkan. Setiap usaha peserta tender yang berusaha mencampuri proses evaluasi seharusnya diberikan sanksi berupa penolakan dokumen penawaran peserta tersebut.

Pelanggaran terhadap larangan persekongkolan tender ini dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 diancam pidana berupa denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan. Selain itu dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dapat dijatuhi pula pidana tambahan berupa :
a. pencabutan izin usaha
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwasannya pengaturan larangan persekongkolan tender dalam undang-undang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat. Undang-undang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum


DAFTAR BACAAN
Arie Siswanto.2003. Hukum Persaingan Usaha . Jakarta: Ghalia Indonesia
Asril Sitompul. 1999. Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Bandung: Citra Aditya Bakti
Ayudha Prayoga. 2000. Persaingan Usaha dan Hukum Yang Mengaturnya di Indonesia. Jakarta Proyek: ELIPS
Black , Henry Campbell.1990. Black’s Law Dictionary. St Paul, Minn: West Publishing Co
Rachmadi Usman. 2004. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
http://www.dennylawfirm.com/per-usaha.php

{ 1 comments... Views All / Post Comment! }

Iko Suryatama said...

koreksi: sanksi utk persekongkolan tender minimal milyar rupiah. namun untuk demi asas keadilan dan executable-nya sebuah putusan, maka seringkali KPPU hanya menjatuhkan hukuman denda dengan besaran ratusan juta rupiah.