Negara kita tak kunjung bisa memperbaiki
sistem yang baik seperti yang diharapkan dan dicita-citakan selama lebih dari
setengah abad. Sebuah pekerjaan rumah yang tak mudah untuk mereka para
pemimpin. Hal tersebut dikarenakan kita sudah terlanjur masuk ke dalam suatu
sistem yang buruk, baik itu peraturannya ataupun birokrasinya. Tak bisa dipungkiri bahwa reformasi yang
semula diharapkan dapat merubah situasi pemerintahan yang bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN) justru sebaliknya. Reformasi melahirkan “gaya bebas”
yang lepas dari kekangan. Gaya bebas ini mengindikasikan suatu kesempatan bagi
pelaku kejahatan untuk melakukan aksinya dengan berbagai cara. Dengan kemajuan
dan perkembangan teknologi seperti sekarang ini kejahatan terasa sangat mudah
dilakukan. Penjahat papan atas maupun bawah kini meraja lela. Tindakan-tindakan
amoral dan perbuatan dosa semakin beragam dan dianggap kebiasaan. Pernahkah kita
berpikir bahwa apa yang kita lakukan itu suatu perbuatan dosa yang nantinya akan
ada pertanggungjawabannya. Kebebasan memang perlu, akan tetapi harus dilakukan
secara bertanggung jawab dan tidak berbuat kerusakan terhadap masyarakat
lainnya. Perilaku korupsi pejabat Negara sering mengisi berita di berbagai
media. Kericuhan yang terjadi di masyarakat adalah pemandangan yang buruk bila
dikaitkan dengan budaya bangsa yang dulu terkenal rukun dan ramah.
Sistem Haram yang Membudaya
Pemerintahan Negara saya kira tak mampu
memberikan hak warga negaranya sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar. Saya
mencontohkan misalnya, tidak adanya jaminan keamanan bagi warga Negara dalam
melakukan pekerjaannya. Kalau ada mengapa muncul yang dan dinamakan uang
keamanan, uang pelicin, prasyarat dan sebagainya. Situasi semacam itu kini
menjadi kebiasaan bahkan keharusan di Negara kita. Mengapa muncul seperti ini,
bukankah sangat memalukan di hadapan Tuhan ? Sampai kapan keadaan ini akan didiamkan
saja oleh pemerintahnya. Ini menjadi suatu bentuk Negara yang sesat kalau
dosa-dosa justru menjadi keharusan bagi warga negaranya, pemerintahnya, dan
para pemimpinnya sendiri. Akhirnya
rakyat biasalah yang harus menanggung akibatnya. Kalau pemerintahnya saja
mengharuskan suatu perbuatan dosa, secara otomatis rakyat harus mengikutinya.
Kesesatan dalam bernegara semakin
terlihat pada perlakuan sistem hukum di Indonesia, di mana hukum ini sekarang
tidak mencita-citakan sebuah keadilan. Penegakan hukum di lembaga peradilan
saat ini tak lebih dari sekedar formalitas untuk menjalankan hukum secara
formil. Dalam menjalankan hukum, aparat penegak hukum kita sering mengabaikan
makna dari hukum dan keadilan itu sendiri. Cara berpikir dan bertindak dengan
memisahkan hukum dari keadilan tentu tak bisa ditolerir oleh sebuah Negara
hukum. Memisahkan keadilan dari hukum sama saja dengan memisahkan tubuh manusia
dari rohnya. Keadilan bisa dikatakan sebagai sebuah sifat yang harus melekat
dalam diri pemerintahan. Artinya pemerintahan harus mampu menerapkan sebuah
sistem dengan menganut prinsip keadilan. Situasi pemerintahan yang tidak
mencerminkan keadilan bagi warga negaranya akan menyebabkan kekacauan dalam
sebuah Negara. Pada akhirnya kemakmuran yang dicita-citakan sulit digapai. Pada setiap masyarakat ada sebuah hukum universal bahwa keadilan
merupakan sifat yang harus selalu melekat pada setiap pemerintahan jika
ingin kelangsungan kekuasaan terus berlanjut. Setiap pemerintahan akan
selalu mendapatkan tuntutan untuk mampu menjadi representasi kepentingan
segenap rakyatnya. Oleh karena itu setiap pemerintahan harus mampu
menerapkan system pengaturan masyarakat yang menganut prinsip keadilan.
Jika suatu pemerintahan justru menjalankan suatu orde yang membuat
mayoritas rakyatnya merasa diposisikan secara tidak adil, maka bisa
dipastikan orde pemerintahan tersebut tidak akan berlangsung lama.( A. Malik Madaniy, 2010 : 33 )
Untuk menjadi pemimpin Negara ini sangat
dibutuhkan perenungan dan tindakan bagaimana membangun sistem kehidupan yang
baik bagi warga negaranya. Orang-orang
yang berambisi menjadi pemimpin sering lupa bahwa yang dibutuhkan Negara ini
bukan saja kesejahteraan, melainkan ketenteraman hidup berbangsa dan bernegara.
Apa gunanya suatu kesejahteraan bila diperoleh melalui sistem yang tidak halal.
Kesejahteraan yang dibangun melalui sistem yang tidak halal tak akan menjamin
ketenteraman warga negaranya. Sistem ini akan membesarkan para koruptor dan
penjahat . Orang yang baik pun akan
menjadi jahat bila berada dalam sistem yang buruk, karena mau tidak mau mereka
harus mengikutinya. Pembentukan moral selama bertahun-tahun seakan tak berarti
ketika dikandaskan oleh sistem yang haram. Sebaliknya dalam sistem yang baik,
maka para orang jahat akan dipaksa menjadi baik mengikuti sistemnya. Pemimpin
yang semula baik pun juga akan menjadi buruk bila ia tak punya keberanian membinasakan
dosa-dosa dari pemerintahan terdahulu, karena ia hanya melanjutkan pemerintahan
yang buruk warisan dari pemimpin sebelumnya.
Cara-cara yang haram sudah terlanjur
masuk ke dalam sistem Negara kita, akibatnya cara-cara haram seperti, korupsi,
kolusi, dan “koneksi” dll menjadi sebuah keharusan yang dilaksanakan. Uang dan
harta kekayaan menjadi tujuan utama mereka. Kini rakyat dan pemerintah sama-sama mendewakan uang
padahal arti dari kesejahteraan itu bukan hanya berupa uang. Sungguh mustahil
di Negara yang berkeTuhanan Yang Maha Esa justru mewajibkan perbuatan haram
rakyatnya. Namun, itulah yang terjadi di Indonesia saat ini. Pemerintah Negara
ini telah membiarkan rakyatnya menjadi penjahat, penyuap, dan koruptor demi
sebuah kesejahteraan dalam arti sempit. Kesejahteraanteraan itu terlalu sempit
bila hanya dinilai dengan uang. Kesejahteraan itu meliputi segalanya yang bisa
membuat tenteram jiwa dan pikiran.
Membangun sebuah sistem dalam bernegara
dapat dimulai melalui penciptaan keamanan bagi rakyatnya tentunya dengan
pemerintahan yang berprinsip keadilan. Keamanan tersebut berlandaskan moral dan
kesadaran jiwa rakyat bersama pemimpinya. Dibutuhkan pemimpin yang tegas,
cekatan, serta berani mengambil langkah berbeda walau kritik dan celaan
mengikutinya. Memaksa penjahat berbuat baik tidaklah sulit bila sistem yang
halal telah ditanamkan dalam diri tiap-tiap rakyatnya. Tentu kita sangat
merindukan suasana seperti itu. Dalam penegakan hukum, tentunya harus dihindari
terjadinya judicial corruption. Apapun cara dan alasannya fenomena judicial
corruption adalah matinya sebuah hukum dalam suatu Negara. Artinya bila
aparatnya saja adalah penjahat, lalu bagaimana bisa penjahat menegakkan sebuah
keadilan.
Kita berharap semoga pemimpin Negara ini
dapat mewujudkan sebuah sistem bernegara yang baik guna membangun dan
melindungi warga negaranya. Sistem ini meliputi segala aspek baik itu
perekonomian, hukum, sosial, politik, dsb. Selain itu harapan juga kita tujukan
kepada kesadaran warga Negara agar berubah dan menjalani kehidupan bernegara
secara baik dan halal. Bila kita sudah terbiasa pada kewajiban melakukan
perbuatan halal dan menolak segala keharaman maka sistem yang kita cita-citakan
di atas tidaklah mustahil untuk terwujud, karena landasan kita adalah Ketuhanan
Yang Maha Esa.
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment