Lanjar Sriyanto memang sudah divonis lebih dari seminggu yang lalu dimana ia walaupun dinyatakan bersalah tetapi tidak perlu menjalani hukuman. Kisah ini ternyata masih berlanjut, kali ini berhubungan dengan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Karanganyar. Telah kita dengar tentang dugaan ini semasa Lanjar menjalani proses persidangan dimana Lanjar pernah dimintai “lampiran” sebesar dua juta agar ia bebas. Bahkan ini diberitakan oleh media massa nasional, Kompas tanggal 14 Januari 2010. Berkaitan dengan itu kemarin pada tanggal 11 Maret 2010, adik ipar Lanjar yang bernama Taro Tristianto dipanggil ke Kejaksaan Karanganyar untuk dimintai keterangan. Saat diperiksa, Taro yang didampingi oleh Muhammad Taufiq, S.H.,M.H dan Kelik Pramudya, S.H. ketika dimintai keterangan mengatakan bahwa pada saat Lanjar menjadi tahanan Kejaksaan memohon agar penahanan Lanjar ditangguhkan karena kakak iparnya sebagai tulang punggung keluarga, hidupnya kos, meninggalkan anak umur 10 tahun yang ditinggal ibunya. Taro yang merasa kasihan terhadap nasib kakaknya kemudian oleh Kejaksaan Negeri Karanganyar diminta untuk membuat Surat Permohonan Penangguhan Penahanan. Namun, sebagai orang awam yang tidak tahu banyak soal hukum ia tidak bisa membuat dan akhirnya meminta tolong kepada pihak Kejaksaan yaitu Sri Suwartini, S.H. ( Ibu Sri ). Surat tersebut kemudian ditandatangani oleh Taro di atas meterai. Nah, persoalan bermula dari sini, yaitu menurut penjelasan Taro ibu Sri mengatakan bahwa dalam mengajukan permohonan semacam ini biasanya ada lampirannya, dan menurut Ibu Sri dalam kasus sejenis lampirannya sebesar Rp 2.000.000,-. Hal ini tentu memberatkan pihak keluarga Lanjar, dan Lanjar pun lebih memilih hidup di penjara dari pada harus membayar uang sebesar itu. Berkaitan dengan keterangan Taro tersebut di atas Sri Suwartini dengan tegas membantah bahwa ia pernah meminta untuk melampirkan uang sebesar Rp 2.000.000,- dalam penangguhan penahanan Lanjar Sriyanto. Pemeriksaan itu sendiri berlangsung sekitar dua jam. Dalam pemeriksaan itu Ponco Hartanto, S.H selaku Jaksa Muda Pemeriksa Intelejen pada Asisten Pengawasan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, menyatakan apabila memang terbukti jaksa pihak Kejaksaan meminta “lampiran”, maka hal itu merupakan pelanggaran Kode Etik Jaksa. Dugaan pelanggaran itu sendiri menurut Ponco, penanganannya langsung mendapat pengawasan dari Kejaksaan Agung.
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment