PERDA PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

Bookmark and Share


PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO

NOMOR 5 TAHUN 2010

TENTANG

PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO,

Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan ketentuan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan adminisrasi kependudukan sesuai dengan kewenangannya;

b. bahwa untuk memberikan perlindungan, pengakuan, penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk daerah Kabupaten Sukoharjo perlu dilakukan pengaturan tentang Administrasi Kependudukan;

c. bahwa pengaturan administrasi kependudukan di Kabupaten Sukoharjo dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Nomor 35 Tahun 1990 tentang Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Sementara (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Tahun 1990 Nomor 9 Seri B Nomor 7) sudah tidak sesuai dengan perkembangan, sehingga perlu disesuaikan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah;

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474);

5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asazi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (lembaran Negara Republik Indonsia Tahun 2006 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4634);

10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674);

11. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4736);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738);

15. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;

16. Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;

17. Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional;

18. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Nomor 8 Tahun 1986 tentang Pengusulan Pengangkatan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Sebagai Penyidik pada Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Tahun 1987 Nomor 6 Seri D Nomor 3);

19. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo (Lembaran Daerah Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 155);

20. Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 3 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Sukoharjo (Lembaran Daerah Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 157);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO

dan

BUPATI SUKOHARJO

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Sukoharjo.

2. Bupati adalah Bupati Sukoharjo.

3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Kabupaten Sukoharjo.

4. Instansi Pelaksana adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan Administrasi Kependudukan.

5. Instansi Vertikal adalah Perangkat dari Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang mempunyai lingkungan kerja di wilayah yang bersangkutan.

6. Biodata Penduduk adalah Ketarangan yang berisi elemen data tentang jati diri, informasi dasar serta riwayat perkembangan dan perubahan keadaan yang dialami oleh penduduk sejak saat kelahiran.

7. Rukun Tetangga dan Rukun Warga yang selanjutnya disingkat RT dan RW adalah lembaga masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat, diakui dan dibina oleh Pemerintah untuk memelihara dan melestarikan nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia yang berdasarkan kegotongroyongan dan kekeluargaan serta untuk membantu meningkatkan kelancaran tugas Pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan di Kelurahan.

8. Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan adalah penyelenggaraan rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.

9. Warga Negara Indonesia yang selanjutnya disingkat WNI adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai Warga Negara Indonesia.

10. Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Indonesia.

11. Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang masuk secara sah serta bertempat tinggal di Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

12. Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

13. Data Kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data keseluruhan (agregat) yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

14. Pendaftaran Penduduk adalah pencatatan biodata Penduduk, pencatatan atas pelaporan Peristiwa Kependudukan dan pendataan Penduduk rentan Administrasi Kependudukan serta penerbitan Dokumen Kependudukan berupa kartu identitas atau surat keterangan kependudukan.

15. Peristiwa Kependudukan adalah kejadian yang dialami Penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/atau surat keterangan kependudukan lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat, serta status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap.

16. Nomor Induk Kependudukan, yang selanjutnya disingkat NIK, adalah nomor identitas Penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia.

17. Kartu Keluarga, yang selanjutnya disingkat KK, adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas anggota keluarga.

18. Kartu Tanda Penduduk, yang selanjutnya disingkat KTP, adalah identitas resmi Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

19. Pencatatan Sipil adalah pencatatan Peristiwa Penting yang dialami oleh seseorang dalam register Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana.

20. Pejabat Pencatatan Sipil adalah pejabat Daerah yang melakukan pencatatan Peristiwa Penting yang dialami seseorang pada Instansi Pelaksana yang pengangkatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

21. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku ketaqwaan dan peribadatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pengamalan budi luhur yang ajarannya bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia.

22. Penghayat kepercayaan tarhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang selanjutnya disebut penghayat kepercayaan adalah setiap orang yang mengakui dan meyakini nilai-nilai penghayatan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

23. Surat Perkawinan Penghayat kepercayaan adalah bukti terjadinya perkawinan penghayat kepercayaan yang dibuat, ditandatangani dan disahkan oleh pemuka penghayat kepercayaan.

24. Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan.

25. Izin Tinggal Terbatas adalah izin tinggal yang diberikan kepada Orang Asing untuk tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu yang terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

26. Izin Tinggal Tetap adalah izin tinggal yang diberikan kepada Orang Asing untuk tinggal menetap di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

27. Petugas Rahasia Khusus adalah petugas reserse dan petugas intelejen yang melakukan tugas khusus diluar daerah domisilinya.

28. Petugas Registrasi adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas dan tanggung jawab memberikan pelayanan pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting serta pengelolaan dan penyajian Data Kependudukan di desa/kelurahan.

29. Kantor Urusan Agama Kecamatan, yang selanjutnya disingkat KUA Kecamatan adalah satuan kerja yang melaksanakan pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk pada tingkat kecamatan bagi Penduduk yang beragama Islam.

30. Unit Pelaksana Teknis Dinas, yang selanjutnya disingkat UPTD Instansi Pelaksana adalah satuan kerja di tingkat kecamatan yang melaksanakan pelayanan pencatatan sipil sesuai dengan kewenangannya.

31. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan, yang selanjutnya disingkat SIAK adalah sistem informasi yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan di tingkat penyelenggara dan instansi pelaksana sebagai satu kesatuan.

32. Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan yang selanjutnya disebut Penduduk Rentan Adminduk adalah penduduk yang mengalami hambatan dalam memperoleh dokumen penduduk yang disebabkan oleh bencana alam dan bencana sosial.

33. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat atau Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas dan wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.

BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK

Pasal 2

Setiap Penduduk mempunyai hak untuk memperoleh:

a. dokumen Kependuduan;

b. pelayanan yang sama dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;

c. perlindungan atas data pribadi;

d. kepastian hukum atas kepemilikan dokumen;

e. informasi mengenai data hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil atas dirinya dan/atau keluarganya; dan

f. ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatn sipil serta penyalahgunaan data pribadi oleh Instansi Pelaksana.

Pasal 3

Setiap penduduk wajib melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami kepada Instansi Pelaksana dengan menyerahkan persyaratan yang diperlukan sesuai ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

BAB III

PENYELENGGARAAN KEWENANGAN

Pasal 4

(1) Penyelenggara Administrasi Kependudukan di Daerah adalah Pemerintah Daerah.

(2) Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab dan berwenang sebagai berikut :

a. koordinasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;

b. pembentukan instansi pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang Administrasi Kependudukan;

c. pengaturan teknis penyelenggaraan Administrasi Kependudukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

d. pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;

e. pelaksanaan kegiatan pelayanan masyarakat di Bidang Administrasi Kependudukan;

f. penugasan kepada Desa untuk menyelenggarakan sebagian urusan Administrasi Kependudukan berdasarkan asas tugas pembantuan;

g. pengelolaan dan penyajian data kependudukan berskala Daerah;dan

h. koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.

Pasal 5

(1) Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a Bupati mengadakan koordinasi dengan instansi vertikal dan lembaga pemerintah non departemen.

(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan aspek perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.

Pasal 6

Urusan Administrasi kependudukan di Daerah dilaksanakan oleh Instansi Pelaksana.

Pasal 7

Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d Bupati mengadakan :

a. koordinasi sosialisasi antar instansi vertikal dan lembaga pemerintah non departemen;

b. kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan dan perguruan tinggi;

c. sosialisasi iklan layanan masyarakat melalui media cetak dan elektronik; dan

d. komunikasi, informasi dan edukasi kepada seluruh lapisan masyarakat.

Pasal 8

Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e Bupati menyelenggarakan kegiatan pelayanan masyarakat di bidang Administrasi Kependudukan, dilaksanakan secara terus menerus, cepat dan mudah kepada seluruh penduduk.

Pasal 9

Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f Bupati memberikan penugasan kepada Desa/Kelurahan untuk menyelenggarakan sebagaian urusan Administrasi Kependudukan berasaskan tugas pembantuan, disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 10

Dalam menyelenggarakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf g Bupati melakukan :

a. pengelolaan data kependudukan yang bersifat perseorangan, agregat dan data pribadi; dan

b. penyajian data kependudukan yang valid, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pasal 11

(1) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h Bupati melakukan koordinasi pengawasan antar Instansi terkait.

(2) Koordinasi pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui rapat koordinasi, konsultasi, pencegahan dan tindakan koreksi.

Pasal 12

(1) Instansi Pelaksana melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan dengan kewajiban yang meliputi :

a. mendaftar Peristiwa Kependudukan dan mencatat Peristiwa Penting;

b. memberikan pelayanan yang sama dan profesional kepada setiap penduduk atas pelaporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting;

c. menerbitkan Dokumen Kependudukan;

d. mendokumentasikan hasil pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;

e. menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting; dan

f. melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi yang disampaikan oleh penduduk dalam pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk pencatatan nikah, talak, cerai dan rujuk bagi penduduk yang beragama Islam pada tingkat Kecamatan dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA Kecamatan.

(3) Pelayanan pencatatan sipil pada tingkat Kecamatan dilakukan oleh UPTD Instansi Pelaksana dengan kewenangan menerbitkan akta pencatatan sipil.

(4) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk persyaratan dan tata cara Pencatatan Peristiwa Penting bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan, diatur dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Pasal 13

(1) Instansi Pelaksana melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan dengan kewenangan yang meliputi :

a. memperoleh keterangan dan data yang benar tentang Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dilaporkan Penduduk;

b. memperoleh data mengenai Peristiwa Penting yang dialami Penduduk atas dasar putusan atau penetapan pengadilan;

c. memberikan keterangan atas laporan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan dan pembuktian kepada lembaga Peradilan; dan

d. mengelola data dan mendayagunakan informasi hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil untuk kepentingan pembangunan.

(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berlaku juga bagi KUA Kecamatan, khususnya untuk pencatatan nikah, talak, cerai dan rujuk bagi penduduk yang beragama Islam.

(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mempunyai kewenangan untuk mendapatkan data hasil pencatatan peristiwa perkawinan, perceraian dan rujuk bagi penduduk yang beragama Islam dari KUA Kecamatan.

Pasal 14

Pejabat Pencatatan Sipil mempunyai kewenangan melakukan verifikasi kebenaran data dan melakukan pembuktian atas nama jabatannya, mencatat data dalam register Akta Pencatatan Sipil, menerbitkan kutipan Akta Pencatan Sipil serta memuat catatan pinggir pada Akta-akta Pencatatan Sipil.

Pasal 15

(1) Petugas register membantu Kepala Desa/Lurah dan Instansi Pelaksana dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

(2) Petugas register sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Bupati dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.

BAB IV

PENDAFTARAN PENDUDUK

Bagian Kesatu

Nomor Induk Kependudukan

Pasal 16

(1) Setiap penduduk wajib memiliki NIK.

(2) NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku seumur hidup dan selamanya, yang diberikan oleh Pemerintah dan diterbitkan oleh Instansi Pelaksana kepada setiap penduduk setelah dilakukan pencatatan biodata.

(3) NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam setiap dokumen kependudukan dan dijadikan dasar penerbitan paspor, Surat Ijin Mengemudi, Nomor Pokok Wajib Pajak, polis asuransi, sertifikat hak atas tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya.

Bagian Kedua

Pencatatan dan Penerbitan Biodata Penduduk

Pasal 17

(1) Penduduk Warga Negara Indonesia wajib melapor kepada Instansi Pelaksana melalui Kepala Desa/Lurah dan Camat untuk dicatatkan biodatanya.

(2) Warga Negara Indonesia yang datang dari luar negeri karena pindah, Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap wajib melapor kepada Instansi Pelaksana untuk dicatatkan biodatanya.

(3) Pencatatan Biodata Penduduk dilakukan sebagai dasar pengisian dan pemutakhiran database kependudukan.

Pasal 18

(1) Pemerintah Daerah melaksanakan pencatatan, penerbitan dan pemutakiran biodata Penduduk.

(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh petugas dengan memeriksa status dan kebenaran identitas yang dimiliki oleh penduduk.

(3) Setiap orang dilarang mengubah, manambah atau mengurangi tanpa hak, isi elemen data pada dokumen kependudukan.

Pasal 19

Penyampaian informasi untuk pencatatan biodata bagi bayi atau anak diwakili oleh orang tuanya atau anggota keluarganya sesuai persyaratan yang ditentukan.

Pasal 20

Pemutakhiran biodata penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dilakukan oleh Instansi Pelaksana berdasarkan laporan penduduk.

Pasal 21

Perubahan biodata penduduk bagi Warga Negara Indonesia, Orang Asing Tinggal Terbatas dan Orang Asing Tinggal Tetap yang mengalami Peristiwa Penting di luar Kabupaten Sukoharjo, wajib dilaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak kedatangan.

Bagian Ketiga

Penerbitan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk

Paragraf 1

Kartu Keluarga

Pasal 22

(1) Penduduk WNI dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap wajib melaporkan susunan keluarganya kepada Instansi Pelaksana melalui Kepala Desa/Lurah dan Camat.

(2) Pelaporan penduduk WNI dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai dasar untuk penerbitan KK.

(3) KK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan salah satu dasar penerbitan KTP.

(4) KK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki nomor yang terdiri dari 16 (enam belas) digit didasarkan pada kombinasi variable kode wilayah, tanggal pencatatan dan nomor seri KK.

(5) Nomor KK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan oleh Pemerintah Daerah setelah biodata Kepala Keluarga direkam dalam database kependudukan menggunakan SIAK.

(6) Nomor KK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku selamanya, kecuali terjadi perubahan Kepala Keluarga.

Paragraf 2

Kartu Tanda Penduduk

Pasal 23

(1) Penduduk WNI dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP.

(2) Penerbitan KTP bagi penduduk WNI dan Orang Asing yang telah mempunyai izin tinggal tetap dilakukan setelah biodata penduduk yang bersangkutan direkam dalam database kependudukan

(3) Penerbitan KTP bagi WNI yang baru datang dan Orang Asing yang telah mempunyai izin tinggal tetap dilakukan setelah diterbitkan Surat Keterangan Datang oleh Instansi Pelaksana.

Pasal 24

(1) KTP untuk WNI berlaku selama masa waktu 5 (lima) tahun, kecuali bila terjadi perubahan data.

(2) Dalam hal Instansi Pelaksana menerima laporan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada penduduk diterbitkan perubahan KTP.

(3) Masa berlaku KTP bagi Orang Asing tinggal tetap disesuaikan dengan masa berlakunya izin tinggal tetap.

(4) Penduduk yang telah berusia 60 (enam puluh) tahun diberi KTP yang berlaku seumur hidup.

(5) Penduduk wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku KTP kepada Instansi Pelaksana apabila masa berlakunya telah berakhir.

Bagian Keempat

Pendaftaran Peristiwa Kependudukan

Paragraf 1

Perubahan Alamat

Pasal 25

Dalam hal terjadi perubahan alamat penduduk, Instansi Pelaksana wajib menyelenggarakan penerbitan perubahan dokumen pendaftaran penduduk.

Paragraf 2

Pindah Datang Penduduk Dalam Wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia

Pasal 26

(1) Penduduk WNI yang pindah datang ke Daerah wajib melapor kepada Instansi Pelaksana di Daerah asal untuk mendapatkan Surat Keterangan Pindah.

(2) Pindah datang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bertempat tinggalnya penduduk di alamat yang baru untuk waktu lebih dari 1 (satu) tahun atau berdasarkan kebutuhan yang bersangkutan untuk waktu yang kurang dari 1 (satu) tahun.

(3) Berdasarkan Surat Keterangan Pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penduduk bersangkutan wajib melapor kepada Instansi Pelaksana di Daerah untuk mendapatkan Surat Keterangan Pindah Datang.

(4) Surat Keterangan Pindah Datang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar perubahan atau penerbitan KK dan KTP bagi penduduk yang bersangkutan.

Pasal 27

(1) Persyaratan dan tata cara pendaftaran perpindahan penduduk WNI dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan dengan memperhatikan klasifikasi perpindahan penduduk.

(2) Klasifikasi perpindahan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai berikut :

a. dalam satu desa/kelurahan;

b. antar desa atau kelurahan dalam satu kecamatan;

c. antar kecamatan dalam satu kabupaten;

d. antar kabupaten atau kota dalam satu provinsi; atau

e. antar provinsi.

Pasal 28

(1) Pelaporan pendaftaran perpindahan penduduk WNI dengan klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, dilakukan dengan memenuhi syarat berupa surat pengantar RT/RW, KK, dan KTP untuk mendapatkan Surat Keterangan Pindah.

(2) Surat Keterangan Pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku selama 30 (tiga puluh) hari kerja.

(3) Pada saat diserahkan Surat Keterangan Pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Penduduk, KTP yang bersangkutan dicabut dan dimusnahkan oleh Instansi yang menerbitkan Surat Keterangan Pindah.

(4) Surat Keterangan Pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berlaku sebagai pengganti KTP selama KTP baru belum diterbitkan.

Pasal 29

(1) Penduduk WNI yang bermaksud pindah dengan klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) melapor kepada Kepala Desa/Lurah dengan memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.

(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara perpindahan penduduk WNI dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 30

Persyaratan pelaporan pendaftaran penduduk yang akan bertransmigrasi meliputi:

a. Surat Pengantar RT/RW;

b. KK;

c. KTP;

d. Kartu Seleksi Calon Transmigran; dan

e. Surat Pemberitahuan Pemberangkatan.

Pasal 31

(1) Setiap penduduk yang akan bertransmigrasi dengan klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e berlaku persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.

(2) Pelaporan penduduk yang akan bertransmigrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh instansi yang menangani urusan transmigrasi.

Pasal 32

(1) Setiap Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang pindah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib melaporkan kepindahannya kepada Instansi Pelaksana di Daerah asal.

(2) Berdasarkan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Pindah Datang.

(3) Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan kedatangannya pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterbitkannya Surat Keterangan Pindah Datang.

(4) Surat Keterangan Pindah Datang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai dasar perubahan atau penerbitan KK, KTP bagi Orang Asing pemegang Izin Tinggal Tetap atau Surat Keterangan Tempat Tinggal bagi Orang Asing pemegang Izin Tinggal Terbatas yang bersangkutan.

Paragraf 3

Pendaftaran Pindah Datang Antar Negara

Pasal 33

(1) Penduduk WNI yang pindah ke Luar Negeri wajib melaporkan kepindahannya pada Instansi Pelaksana.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri.

Pasal 34

(1) WNI yang datang karena pindah dari Luar Negeri ke Daerah wajib melaporkan kedatangannya pada Instansi Pelaksana paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal kedatangannya.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Pindah Datang dari Luar Negeri sebagai dasar penerbitan KK dan KTP.

Pasal 35

(1) Orang Asing yang datang dari Luar Negeri melapor kepada Instansi Pelaksana dengan membawa syarat berupa :

a. paspor; dan

b. izin Tinggal Terbatas.

(2) Instansi Pelaksana menyampaikan data Pindah Datang Orang Asing kepada Camat dan Kepala Desa/Lurah.

Pasal 36

(1) Orang Asing pemilik Izin Tinggal terbatas yang datang dari Luar Negeri atau Orang Asing pemilik Izin lainnya yang telah berubah status sebagai pemegang izin tinggal terbatas yang berencana bertempat tinggal di Daerah wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterbitkan Izin Tinggal Terbatas.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Tempat Tinggal.

(3) Masa berlaku Surat Keterangan Tempat Tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan masa berlaku Izin Tinggal Terbatas.

(4) Surat Keterangan Tempat Tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibawa pada saat bepergian.

Pasal 37

(1) Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas yang telah mengubah statusnya menjadi Izin Tinggal Tetap wajib melaporkan pada Instansi Pelaksana paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterbitkan Izin Tinggal Tetap.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitan KK dan KTP.

Pasal 38

(1) Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas atau Izin Tinggal Tetap yang akan pindah ke Luar Negeri wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum rencana kepindahannya.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Instansi Pelaksana melakukan pendaftaran.

Bagian Kelima

Pendataan Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan

Pasal 39

(1) Instansi Pelaksana wajib melakukan pendataan penduduk rentan Administrasi Kependudukan yang meliputi :

a. penduduk korban bencana alam;

b. penduduk korban bencana sosial; dan

c. orang terlantar.

(2) Pendataan penduduk rentan administrasi kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dapat dilakukan ditempat sementara.

(3) Hasil pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Keterangan kependudukan untuk penduduk rentan administrasi kependudukan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pendataan penduduk rentan diatur dalam Peraturan Bupati.

Bagian Keenam

Pendaftaran WNI Tinggal Sementara

Pasal 40

(1) WNI yang bermaksud tinggal sementara di Daerah wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana untuk diterbitkan Surat Keterangan Tinggal Sementara.

(2) Surat Keterangan Tinggal Sementara sebagaimana dimaksud ayat (1) berlaku untuk jangka waktu paling lama 1(satu) tahun.

(3) Bagi WNI yang berstatus pelajar dan mahasiswa, Surat Keterangan Tinggal Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jangka waktunya dapat diperpanjang dengan ketentuan menunjukkan Kartu Pelajar/Kartu Mahasiswa yang masih berlaku dan/atau surat keterangan dari Lembaga Pendidikan formal/non formal yang bersangkutan.

Bagian Ketujuh

Penerbitan Dokumen Kependudukan Bagi

Petugas Rahasia Khusus

Paragraf 1

Persyaratan dan tata cara Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Khusus

Pasal 41

(1) Petugas rahasia khusus diberikan KTP Khusus untuk memberikan perlindungan dan menjamin kerahasiaan identitas selama menjalankan tugas rahasia.

(2) KTP Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dengan menggunakan spesifikasi yang sama dengan spesifikasi KTP Nasional.

(3) Penerbitan KTP Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan pencatatan biodata penduduk dan Kartu keluarga dari Petugas Rahasia Khusus.

Pasal 42

(1) Kepala/Pimpinan lembaga mengajukan surat permohonan KTP Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 kepada Instansi Pelaksana.

(2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Instansi Pelaksana yang wilayah kerjanya meliputi tempat domisili Petugas rahasia Khusus.

(3) Dalam surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan informasi identitas Petugas rahasia Khusus yang dikehendaki dan jangka waktu penugasan.

Pasal 43

(1) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Instansi Pelaksana menerbitkan KTP Khusus.

(2) KTP Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (1) diterima oleh Instansi Pelaksana.

(3) Penerbitan KTP Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5 (lima) tahun.

(4) Penerbitan KTP Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipungut biaya.

Paragraf 2

Penyimpanan Data Petugas Rahasia Khusus dan Pengembalian Serta

Pencabutan Kartu Tanda Penduduk Khusus

Pasal 44

(1) Data Petugas Rahasia Khusus direkam dan disimpan dalam registrasi khusus di Daerah.

(2) Data Petugas Rahasia Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dijaga keamanan dan dilindungi kerahasiaannya oleh Instansi Pelaksana.

Pasal 45

(1) Petugas Rahasia Khusus yang tidak lagi menjadi Petugas Rahasia Khusus sebelum berakhirnya masa berlaku KTP Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3), Petugas Rahasia Khusus wajib menyerahkan KTP Khusus kepada Kepala/Pimpinan Lembaga.

(2) Kepala/Pimpinan Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengembalikan KTP Khusus kepada Kepala Instansi Pelaksana yang menerbitkan.

(3) KTP Khusus yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dimusnahkan oleh Kepala Instansi Pelaksana.

Pasal 46

(1) Instansi Pelaksana berwenang mencabut KTP Khusus apabila KTP Khusus tidak dikembalikan sejak saat berakhirnya masa tugas Petugas Rahasia Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1).

(2) Dalam hal KTP Khusus berakhir masa berlakunya sebelum masa tugas berakhir tidak diberitahukan kepada Instansi Pelaksana, Instansi Pelaksana berwenang mencabutnya.

(3) Dalam hal masa tugas diperpanjang, Instansi Pelaksana berkewajiban memperpanjang dan menerbitkan KTP Khusus sebagai pengganti KTP Khusus yang telah dicabut.

Bagian Kedelapan

Pelaporan Penduduk Yang Tidak Mampu Mendaftarkan Sendiri

Pasal 47

(1) Penduduk yang tidak mampu melaksanakan sendiri pelaporan terhadap peristiwa kependudukan yang menyangkut dirinya sendiri dapat dibantu oleh Instansi Pelaksana atau meminta bantuan kepada orang lain.

(2) Ketentuan mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

BAB V

PENCATATAN SIPIL

Bagian Kesatu

Pencatatan Kelahiran

Paragraf 1

Pencatatan Kelahiran

Pasal 48

(1) Setiap kelahiran di Daerah wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran.

(2) Pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil dalam Register Akta Kelahiran dan diterbitkan Kutipan Akta Kelahiran.

(3) Pencatatan kelahiran terhadap peristiwa kelahiran bagi anak yang tidak diketahui asal usulnya dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil di Daerah ditemukannya anak, berdasarkan laporan yang menemukan dilengkapi bukti acara pemeriksaan dari Kepolisian setempat.

Paragraf 2

Pencatatan Kelahiran di Luar Kabupaten

Pasal 49

(1) Setiap peristiwa kelahiran dicatatkan pada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya kelahiran.

(2) Pencatatan peristiwa kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan memperhatikan:

a. tempat domisili ibunya bagi penduduk WNI;

b. di luar tempat domisili ibunya bagi penduduk WNI;

c. tempat domisili ibunya bagi penduduk Orang Asing;

d. di luar tempat domisili ibunya bagi penduduk Orang Asing;

e. Orang Asing pemegang Izin Kunjungan; dan

f. anak yang tidak diketahui asal usulnya atau keberadaan orang tuanya.

Pasal 50

(1) Pencatatan kelahiran penduduk WNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a dan huruf b, dilakukan dengan memenuhi syarat berupa:

a. Surat kelahiran dari dokter/bidan/penolong kelahiran;

b. nama dan identitas saksi kelahiran;

c. KK orang tua;

d. KTP orang tua; dan

e. Kutipan Akta Nikah/Akta Perkawinan orang tua.

(2) Dalam hal pelaporan kelahiran tidak disertai kutipan akta nikah/akta perkawinan orang tua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, pencatatan kelahiran tetap dilaksanakan.

(3) Pencatatan kelahiran orang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf c, huruf d dan huruf e dilakukan setelah memenuhi syarat berupa :

a. surat kelahiran dari dokter/bidan/penolong kelahiran;

b. kutipan akta nikah/akta perkawinan orang tua;

c. KK dan KTP orang tua bagi pemegang izin tinggal tetap;

d. surat keterangan tempat tinggal orang tua bagi pemegang izin tinggal terbatas;

dan/atau

e. paspor bagi pemegang izin kunjungan.

(4) Persyaratan pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf f, dengan melampirkan Berita Acara Pemeriksaan dari Kepolisian.

Paragraf 3

Pencatatan Kelahiran yang Melampaui Batas Waktu

Pasal 51

(1) Pencatatan pelaporan kelahiran yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran, dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai persyaratan pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) setelah mendapatkan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana.

(2) Pencatatan pelaporan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran, dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai persyaratan pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) setelah mendapatkan penetapan Pengadilan Negeri.

(3) Dalam hal tempat peristiwa kelahiran berbeda dengan tempat tinggal atau domisili, Pejabat Pencatat Sipil yang mencatat dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) bertanggung jawab memberitahukan hal tersebut kepada Instansi Pelaksana di daerah domisili.

Pasal 52

Anak penduduk WNI atau Orang Asing Tinggal Tetap Terbatas atau Tinggal tetap yang dilahirkan di luar negeri setelah kembali ke Indonesia dicatat oleh Instansi Pelaksana berdasarkan laporan penduduk paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak kedatangan untuk pemutakhiran biodata.

Bagian Kedua

Pencatatan Lahir Mati

Pasal 53

(1) Kelahiran bayi dalam keadaan mati dicatat oleh Instansi Pelaksana berdasarkan laporan penduduk paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak kelahiran.

(2) Pencatatan kelahiran bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direkam dalam database kependudukan dan diterbitkan tanda bukti pelaporan Surat Keterangan Lahir Mati.

Bagian Ketiga

Pencatatan Perkawinan

Pasal 54

(1) Perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana ditempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal pernikahan.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan.

(3) Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing diberikan kepada suami dan isteri.

(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi penduduk yang beragama Islam dilakukan oleh KUA Kecamatan.

(5) Data hasil pencatatan atas peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib disampaikan oleh KUA Kecamatan kepada Instansi Pelaksana dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah pencatatan perkawinan dilaksanakan.

Pasal 55

Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 berlaku pula bagi :

a. perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan; dan

b. perkawinan Warga Negara Asing yang dilakukan di Daerah atas permintaan Warga Negara Asing yang bersangkutan.

Pasal 56

Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Perkawinan, pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya penetapan Pengadilan Negeri.

Bagian Keempat

Pencatatan Perkawinan Bagi Penghayat Kepercayaan

Pasal 57

(1) Perkawinan Penghayat Kepercayaan dilakukan dihadapan Pemuka Penghayat kepercayaan.

(2) Pemuka Penghayat kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk dan ditetapkan oleh organisasi penghayat kepercayaan, untuk mengisi dan menandatangani surat perkawinan penghayat kepercayaan.

(3) Pemuka dan Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib terdaftar pada Kementerian yang bidang tugasnya secara teknis membina organisasi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Pasal 58

(1) Peristiwa perkawinan sebagaimana dimaksud Pasal 57 ayat (1) wajib dilaporkan oleh penduduk kepada UPTD Kecamatan paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal perkawinan.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat UPTD Kecamatan mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan penghayat kepercayaan.

(3) Kutipan Akta Perkawinan penghayat kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing diberikan kepada suami dan isteri.

(4) Data hasil pencatatan atas peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan oleh Kepala UPTD Kecamatan kepada Instansi Pelaksana dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah pencatatan perkawinan penghayat kepercayaan dilaksanakan.

Pasal 59

Dalam hal perkawinan penghayat kepercayaan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Perkawinan, pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya penetapan Pengadilan Negeri.

Bagian Kelima

Pencatatan Pembatalan Perkawinan

Pasal 60

(1) Pembatalan perkawinan wajib dilaporkan oleh penduduk yang mengalami pembatalan perkawinan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan Pengadilan tentang pembatalan perkawinan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2) Instansi Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencabut Kutipan Akta Perkawinan dari kepemilikan subjek akta dan mengeluarkan Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan.

(3) Pembatalan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam Register Akta Perkawinan

Bagian Keenam

Pencatatan Perceraian

Pasal 61

(1) Perceraian wajib dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak putusan Pengadilan tentang perceraian yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Perceraian dan menerbitkan Kutipan Akta Perceraian.

Pasal 62

(1) Pencatatan perceraian bagi penduduk yang berada di luar negeri wajib dicatatkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi yang berwenang di Negara setempat dan dilaporkan pada Perwakilan Negara Republik Indonesia setempat.

(2) Apabila di Negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menyelenggarakan pencatatan perceraian bagi Orang Asing, pencatatan dilakukan pada Perwakilan Negara Republik Indonesia setempat.

(3) Pencatatan perceraian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaporkan kepada Instansi Pelaksana di tempat tinggalnya paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak yang bersangkutan kembali ke Indonesia.

Bagian Ketujuh

Pencatatan Pembatalan Perceraian

Pasal 63

(1) Pembatalan perceraian wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak putusan Pengadilan tentang pembatalan perceraian mempunyai kekuatan hukum tetap.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mencabut Kutipan Akta Perceraian dari kepemilikan subjek akta dan mengeluarkan Surat Keterangan Pembatalan Perceraian.

.

Bagian Kedelapan

Pencatatan Kematian

Pasal 64

(1) Setiap kematian wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kematian dan menerbitkan Kutipan Akta Kematian.

(3) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan keterangan kematian dari pihak yang berwenang.

(4) Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan oleh Pejabat Pencatatan Sipil baru dilakukan setelah adanya penetapan Pengadilan.

(5) Dalam hal terjadi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya, Instansi Pelaksana melakukan pencatatan kematian berdasarkan keterangan dari kepolisian.

Pasal 65

(1) Kematian penduduk WNI di luar negeri wajib di laporkan oleh keluarganya atau yang mewakili dan dicatat oleh Instansi yang berwenang di Negara setempat paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah kematian.

(2) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direkam dalam database kependudukan dan diterbitkan tanda bukti pelaporan kematian luar negeri.

Bagian Kesembilan

Pencatatan Pengangkatan Anak, Pencatatan Pengakuan Anak dan

Pengesahan Anak

Pasal 66

(1) Pengangkatan Anak yang telah mendapatkan penetapan Pengadilan dicatat oleh Instansi Pelaksana berdasarkan laporan penduduk paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya salinan penetapan Pengadilan di tempat tinggal pemohon.

(2) Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat oleh Pejabat Pencatatan Sipil pada Register Akta Kelahiran dan Kutipan Akta Kelahiran dalam bentuk Catatan Pinggir.

Pasal 67

(1) Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat pengakuan anak disetujui oleh ibu kandung dari anak yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana dan dicatat pada Register Akta Pengakuan Anak kemudian diterbitkan Kutipan Akta Pengakuan Anak.

(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengakuan anak yang lahir diluar hubungan perkawinan sah.

(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Pengakuan Anak dan menerbitkan KutipanAkta Pengakuan Anak.

Pasal 68

(1) Pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orang tua paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan kepada Instansi Pelaksana dan dicatat pada Register Akta Pengakuan Anak kemudian diterbitkan Kutipan Akta Pengakuan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dapat disahkan pada saat pencatatan perkawinan orang tuanya.

(2) Pengesahan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat pencatat dalam Register Akta Perkawinan orang tuanya dan pada Register Akta Kelahiran dalam bentuk catatan pinggir.

(3) Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengakuan anak yang lahir diluar hubungan perkawinan yang sah.

Pasal 69

Tata cara dan persyaratan pencatatan pengangkatan anak, pengakuan anak dan pengesahan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, Pasal 67 dan Pasal 68 diatur dengan Peraturan Bupati.

Bagian Kesepuluh

Pencatatan Perubahan Nama dan Status Kewarganegaraan

Paragraf 1

Pencatatan Perubahan Nama

Pasal 70

(1) Pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri tempat Pemohon.

(2) Pencatatan perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Salinan Penetapan Pengadilan Negeri oleh Penduduk.

(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada Register Akta Pencatatan Sipil dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil.

Paragraf 2

Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan dari

WNA menjadi WNI

Pasal 71

(1) Instansi Pelaksana mencatat perubahan status kewarganegaraan Orang Asing yang telah menjadi WNI serta sudah mendapatkan penetapan/pengesahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, wajib dilaporkan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak penetapan/pengesahan.

(2) Perubahan status kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat oleh Pejabat Pencatatan Sipil dalam bentuk Catatan Pinggir.

Paragraf 3

Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan

WNI menjadi WNA di Luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pasal 72

(1) Perubahan status kewarganegaraan penduduk dari WNI menjadi Orang Asing yang telah mendapatkan persetujuan Negara setempat wajib dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Perwakilan Republik Indonesia.

(2) Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan.

(3) Pelepasan kewarganegaraan Indonesia sebagaimana dimaksud ayat (2) diberitahukan oleh Perwakilan Indonesia kepada Menteri yang betrwenang menurut peraturan perundang-undangan untuk diteruskan kepada Instansi Pelaksana yang menerbitkan Akta Pencacatan Sipil yang bersangkutan.

(4) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada register Akta Pencatatan Sipil dan kutipan akta Pencatatan Sipil.

Bagian Kesebelas

Pencatatan Peristiwa Penting Lainnya

Pasal 73

(1) Instansi Pelaksana mencatat peristiwa penting lainnya atas permintaan penduduk yang bersangkutan setelah mendapatkan penetapan Pengadilan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya salinan penetapan Pengadilan.

(2) Peristiwa penting lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat oleh Pejabat Pencatatan Sipil pada Register Akta Pencatatan pada register dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil dalam bentuk catatan pinggir.

Bagian Keduabelas

Pelaporan Penduduk Yang Tidak Mampu Melaporkan Sendiri

Pasal 74

(1) Penduduk yang tidak mampu melakukan pelaporan sendiri dalam pencatatan sipil dapat dibantu oleh Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana atau meminta bantuan kepada orang lain.

(2) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penduduk yang tidak mampu karena faktor umur, sakit keras, cacat fisik atau cacat mental.

BAB VI

DATA DAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN

Bagian Kesatu

Data Kependudukan

Pasal 75

(1) Data Kependudukan terdiri atas data perseorangan dan/atau data agregat Penduduk.

(2) Data perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. nomor KK;

b. NIK;

c. nama lengkap:

d. jenis kelamin;

e. tempat lahir;

f. tanggal/bulan/tahun lahir;

g. golongan darah:

h. agama/kepercayaan;

i. status perkawinan;

j. status hubungan dalam keluarga;

k. cacat fisik dan/atau mental;

l. pendidikan terakhir:

m. jenis pekerjaan;

n. NIK ibu kandung;

o. nama ibu kandung;

p. NIK ayah;

q. nama ayah:

r. alamat sebelumnya;

s. alamat sekarang:

t. kepemilikan akta kelahiran/surat kenal lahir;

u. nomor akta kelahiran/nomor surat kenal lahir;

v. kepemilikan akta perkawinan/buku nikah;

w. nomor akta perkawinan/buku nikah;

x. tanggal perkawinan;

y. kepemilikan akta perceraian:

z. nomor akta perceraian/surat cerai;dan

aa. tanggal perceraian.

(3) Data agregat meliputi himpunan data perseorangan yang berupa data kuantitaif dan data kualitatif.

Bagian Kedua

Dokumen Kependudukan

Pasal 76

(1) Dokumen Kependudukan meliputi:

a. biodata Penduduk:

b. KK;

c. KTP;

d. surat Keterangan Kependudukan: dan

e. Akta Pencatatan Sipil.

(2) Surat keterangan kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. Surat Keterangan Pindah;

b. Surat Keterangan Pindah Datang;

c. Surat Keterangan Pindah Ke Luar Negeri;

d. Surat Keterangan Datang Dari Luar Negeri;

e. Surat Keterangan Tempat Tinggal:

f. Surat Keterangan Kelahiran;

g. Surat Keterangan Lahir Mati;

h. Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan;

i. Surat Keterangan Pembatalan Perceraian;

j. Surat Keterangan Kematian;

k. Surat Keterangan Pengangkatan Anak;

l. Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan Indonesia;

m. Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas; dan

n. Surat Keterangan Pencatatan Sipil.

(3) Biodata Penduduk, KK, KTP, Surat Keterangan Pindah Penduduk WNI antar Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi dan antar Provinsi dalam Wilayah NKRI, Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk WNI antar Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi dan antar Provinsi dalam Wilayah NKRI, Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri, Surat Keterangan Tempat Tinggal untuk orang asing tinggal terbatas, Surat Keterangan Kelahiran untuk Orang Asing, Surat Keterangan Lahir Mati untuk Orang Asing, Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan, Surat Keterangan Pembatalan Perceraian, Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas, diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala Instansi Pelaksana.

(4) Surat Keterangan Pindah Penduduk WNI Antar Kecamatan dalam satu Kabupaten, Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk WNI antar Kecamatan dalam satu Kabupaten dapat diterbitkan dan ditandatangani oleh Camat atas nama Kepala Instansi Pelaksana.

(5) Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk WNI dalam satu Desa/Kelurahan, Surat Keterangan Pindah Datang WNI antar Desa/Kelurahan dalam satu Kecamatan, Surat Kelahiran untuk WNI, Surat Keterangan Lahir Mati untuk WNI dan Surat Kematian untuk WNI, dapat diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala Desa/Lurah atas nama Kepala Instansi Pelaksana.

Pasal 77

Biodata Penduduk memuat keterangan tentang nama, tempat dan tanggal lahir, alamat dan jatidiri lainnya secara lengkap, serta perubahan data sehubungan dengan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami.

Pasal 78

(1) KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua.

(2) Keterangan rnengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.

Pasal 79

(1) Penduduk WNI dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap hanya diperbolehkan terdaftar dalam 1 (satu) KK.

(2) Perubahan susunan keluarga dalam KK wajib dilaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya perubahan.

(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan KK.

Pasal 80

(1) KTP mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah negara Republik Indonesia, memuat keterangan tentang NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas poto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkannya KTP, tanda tangan pemegang KTP, serta memuat nama dan nomor induk pegawai pejabat yang menandatangani.

(2) Keterangan rnengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.

Pasal 81

(1) Penduduk WNI dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP.

(2) KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku secara nasional.

(3) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP.

(4) Penduduk yang telah memiliki KTP wajib membawa pada saat bepergian.

Bagian Ketiga

Perlindungan Data Pribadi Penduduk

Pasal 82

Data pribadi penduduk yang harus dilindungi memuat:

a. nomor KK;

b. NIK;

c. tanggal/Bulan/Tahun lahir;

d. keterangan tentang kecacatan fisik dan/atau mental;

e. NIK ibu kandung;

f. NIK ayah;

g. catatan Peristiwa Penting terhadap anak lahir di luar kawin; dan

h. catatan Peristiwa Penting terhadap pengangkatan anak.

Pasal 83

(1) Data pribadi penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, wajib disimpan dan dilindungi oleh Negara.

(2) Pengguna data pribadi dapat memperoleh dan menggunakan data pribadi dari petugas pada penyelenggara dan Instansi Pelaksana yang memiliki hak akses.

.

Pasal 84

(1) Perubahan data kependudukan dalam database dapat dilakukan secara berjenjang berdasarkan perubahan data dari Instansi Pelaksana.

(2) Dalam hal ditemukan ketidaksesuaian data kependudukan pada tingkat pusat dan tingkat provinsi penyesusaian data dilakukan oleh Instansi Pelaksana.

Bagian Keempat

Pembetulan dan Pembatalan Akta

Paragraf 1

Pembetulan Akta

Pasal 85

(1) Pembetulan Akta Pencatatan Sipil hanya dilakukan untuk akta yang mengalami kesalahan tulis redaksional.

(2) Pembetulan Akta Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan atau tanpa permohonan dari orang yang menjadi subjek akta.

(3) Pembetulan Akta Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil sesuai dengan kewenangannya.

Paragraf 2

Pembatalan Akta

Pasal 86

(1) Akta pencatatan sipil dapat dibatalkan berdasarkan putusan Pengadilan dan pembatalannya dicatat dalam Register Akta.

(2) Instansi Pelaksana wajib mencatat pembatalan Akta yang telah mendapatkan putusan pengadilan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya salinan putusan pengadilan dan pembatalannya direkam dalam Database Kependudukan.

BAB VII

SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

Pasal 87

Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil menggunakan aplikasi SIAK.

Pasal 88

SIAK merupakan satu kesatuan kegiatan terdiri dari unsur :

a. database;

b. perangkat teknologi informasi dan komunikasi;

c. sumber daya manusia;

d. pemegang hak akses;

e. lokasi database;

f. pengelolaan database;

g. pemeliharaan database;

h. pengamanan database;

i. pengawasan database; dan

j. data cadangan.

Pasal 89

(1) Database kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 huruf a merupakan kumpulan berbagai jenis data kependudukan yang sistematis, terstruktur dan tersimpan yang berhubungan satu sama lain dengan menggunakan perangkat lunak, perangkat keras dan jaringan komunikasi data.

(2) Database sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada pada Instansi Pelaksana.

Pasal 90

Penyelanggaraan administrasi kependudukan dapat dilakukan secara tersambung (online), semi elektronik (offline) atau manual.

Pasal 91

Pemegang hak akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 huruf d adalah petugas yang diberi hak akses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 92

(1) Pemeliharaan, pengamanan dan pengawasan database kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 huruf g, huruf h dan huruf i dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

(2) Pemeliharaan, pengamanan dan pengawasan database kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi database, perangkat teknologi informasi dan komunikasi, pusat data dan data cadangan.

Pasal 93

Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan Penyelenggaraan SIAK dibebankan pada APBD dan bantuan dari APBD Provinsi serta APBN.

BAB VIII

PELAPORAN

Pasal 94

(1) Petugas Registrasi membantu Kepala Desa/Lurah dan Instansi Pelaksana dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.

(2) Petugas Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh bupati dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.

(3) Pelaporan administrasi kependudukan disampaikan secara berjenjang dari Desa/Kelurahan Ke Kecamanatan yang diketahui kepala Desa/Kelurahan, serta dari Kecamatan ke Instansi Pelaksana yang diketahui Camat.

BAB IX

PENYIDIKAN

Pasal 95

Selain oleh penyidik dari Kepolisian, penyidikan atas pelanggaran dalam Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Daerah.

Pasal 96

Dalam melaksanakan tugas penyidikan, PPNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 berwenang:

a. menerima laporan atau pengaduan dari orang atau badan hukum tentang adanya dugaan tindak pidana Administrasi Kependudukan;

b. memeriksa laporan atau keterangan atas adanya dugaan tindak pidana Administrasi Kependudukan;

c. memanggil orang untuk diminta keterangannya atas adanya dugaan sebagaimana dimaksud huruf b; dan

d. membuat dan menandatangani Berita Acara pemeriksaan.

BAB X

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 97

(1) Setiap Penduduk dikenai sanksi administratif berupa denda apabila melampaui batas waktu pelaporan Peristiwa Kependudukan dalam hal ini:

a. pindah datang bagi Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas atau Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1);

b. pindah datang ke luar negeri bagi penduduk WNI, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1);

c. pindah datang dari luar negeri bagi penduduk WNI, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1);

d. Pindah datang dari luar negeri bagi Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1);

e. perubahan status bagi Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas atau Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1);

f. pindah ke luar negeri bagi Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas atau Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1); atau

g. perubahan KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2).

(2) Denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terhadap penduduk WNI sebesar Rp. 20.000,00 (dua puluh ribu rupiah).

(3) Denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf d, huruf e dan huruf f terhadap penduduk Orang Asing sebesar Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah).

(4) Denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g terhadap penduduk WNI sebesar Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah) dan penduduk asing sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).

Pasal 98

(1) Setiap Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (4) yang bepergian tidak membawa KTP dikenakan denda administrasi Rp. 20.000,00 (dua puluh ribu rupiah).

(2) Setiap Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) yang bepergian tidak membawa SKTT dikenakan denda administrasi Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah).

(3) Ketentuan pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97, diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 99

Dalam hal Pejabat pada Instansi Pelaksana yang melakukan tindakan atau sengaja melakukan tindakan yang memperlambat pengurusan dokumen kependudukan dalam batas waktu yang ditentukan dalam Peraturan Daerah ini, maka petugas dan/atau pejabat pada Instansi Pelaksana dikenai sanksi administrasi kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 100

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Nomor 35 Tahun 1990 tentang Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Sementara (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Tahun 1991 Nomor 9 Seri B Nomor 1), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Nomor 5 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Nomor 35 Tahun 1990 tentang Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, Surat Keterangan Pendaftaran Penduduk Sementara (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Sukoharjo Tahun 1994 Nomor 15 Seri B Nomor 7) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 101

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sukoharjo.

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO

NOMOR 5 TAHUN 2010

TENTANG

PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

I. PENJELASAN UMUM.

Bahwa dalam rangka mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Daerah serta untuk meningkatkan pelayanan dan penertiban kepada masyarakat Kabupaten Sukoharjo di bidang pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, perlu dilakukan upaya-upaya penyempurnaan dalam ketentuan penyelengaraan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil , yang ada pada hakekatnya daerah berkewajiban memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh penduduk WNI dan Orang Asing. Setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting memerlukan bukti yang sah untuk dilakukan pengadministrasian dan pencatatan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Dengan berlakukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencaatan Sipil, maka pelayanan administrasi kependudukan yang pelaksanaannya dengan aplikasi sistem informasi administrasi kependudukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini, dapat memberikan pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil kepada masyarakat secara optimal, sehingga perlindungan terhadap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh penduduk tanpa adanya perlakukan diskriminatif dan memberikan kepastian hukum.

Pelayanan Administrasi Kependudukan melibatkan peran serta masyarakat terutama ketua Rukun Tetangga (RT)/Rukun Warga (RW) dalam rangka memperoleh dokumen kependudukan untuk menjamin kepastian data penduduk WNI maupun Orang Asing yang berada di wilayah Kabupaten Sukoharjo.

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, diharapkan penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di daerah diselenggarakan dengan sebaik-baiknya di bawah pembinaan, pengawasan dan pengendalian dari Pemerintah Daerah.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas

Pasal 9

Yang dimaksud dengan “tugas pembantuan” adalah penugasan dari Pemerintah Kabupaten kepada Desa/Kelurahan untuk melaksanakan tugas sebagian urusan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di daerah.

Pasal 10

Yang dimaksud dengan “data agregat” adalah kumpulan data tentang Peristiwa Kependudukan, Peristiwa Penting, Jenis Kelamin, Kelompok Usia, Agama, Pendidikan dan Pekerjaan.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Yang dimaksud dengan “catatan pinggir” adalah catatan mengenai perubahan status atas terjadinya Peristiwa Penting dalam bentuk catatan yang diletakkan pada bagian pinggir akta yang memungkinkan (di halaman/bagian muka atau belakang akta) oleh Pejabat Pencatatan Sipil.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “Kepala Keluarga” adalah:

a. Orang yang bertempat tinggal dengan orang lain, baik mempunyai hubungan darah maupun tidak, yang bertanggung jawab terhadap keluarga.

b. Orang yang bertempat tinggal seorang diri.

c. Kepala Kesatrian, Kepala Asrama, Kepala Rumah Yatim Piatu, dan lain-lain tempat beberapa orang tinggal bersama-sama.

d. Setiap Kepala Keluarga wajib memiliki KK, meskipun Kepala Keluarga tersebut masih menumpang di rumah orang tuanya karena pada prinsipnya dalam 1 (satu) alamat rumah boleh terdapat lebih dari 1 (satu) Kepala Keluarga.

Ayat (6)

Yang dimaksud dengan “perubahan kepala keluarga” adalah perubahan yang diakibatkan adanya Peristiwa Kependudukan atau Peristiwa Penting seperti pindah, datang, kelahiran, kematian.

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pindah datang Penduduk” adalah pindah datang penduduk WNI dalam Wilayah Indonesia dengan klasifikasi dalam satu desa/kelurahan, antar desa/kelurahan dalam satu kecamatan, antar kecamatan dalam satu kabupaten, antar kabupaten dalam satu provinsi dan antar provinsi dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Cukup jelas

Pasal 30

Cukup jelas

Pasal 31

Cukup jelas

Pasal 32

Cukup jelas

Pasal 33

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pindah ke Luar Negeri” adalah Penduduk yang tinggal menetap di luar negeri atau meninggalkan tanah air untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berturut-turut atau lebih dari 1 (satu) tahun, penduduk tersebut termasuk tenaga kerja Indonesia (TKI) yang akan bekerja ke luar negeri.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “datang karena pindah dari luar negeri” adalah WNI yang sebelumnya pindah ke luar negeri kemudian datang untuk menetap kembali di daerah.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 35

Cukup jelas

Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “Surat Keterangan Tempat Tinggal” adalah surat keterangan kependudukan yang diberikan kepada Orang Asing yang memiliki izin tinggal terbatas sebagai bukti bahwa yang bersangkutan telah terdaftar di Pemerintah Daerah sebagai penduduk tinggal terbatas.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

Cukup jelas

Pasal 39

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “ditempat sementara” adalah tempat pada saat terjadi pengungsian.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

Pasal 41

Cukup jelas

Pasal 42

Cukup jelas

Pasal 43

Cukup jelas

Pasal 44

Cukup jelas

Pasal 45

Cukup jelas

Pasal 46

Cukup jelas

Pasal 47

Cukup jelas

Pasal 48

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Kutipan Akta Kelahiran seorang anak yang tidak diketahui asal usulnya atau keberadaan orang tuanya diserahkan kepada yang bersangkutan setelah berusia 17 tahun atau telah menikah.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 49

Cukup jelas

Pasal 50

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “penolong kelahiran” adalah dukun bayi atau orang lain yang menolong pada saat terjadinya kelahiran dan apabila yang bersangkutan tidak dapat membuat surat kelahiran, maka dapat dimintakan surat keterangan yang dikeluarkan dari Desa/Kelurahan setempat.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Ayat (2)

Apabila pelaporan kelahiran tidak disertai kutipan akta nikah/akta perkawinan orang tua maka kutipan akta kelahiran tidak dicantumkan nama ayahnya.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 51

Cukup jelas

Pasal 52

Cukup jelas

Pasal 53

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “kelahiran bayi dalam keadaan mati” adalah kelahiran bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 (dua puluh delapan) minggu pada saat dilahirkan tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

Ayat (2)

Peristiwa kelahiran bayi dalam keadaan mati dibuatkan Surat Keterangan Lahir Mati tidak diterbitkan Akta Pencatatan Sipil.

Pasal 54

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Penerbitan Akta Perkawinan bagi penduduk yang beragama Islam dilakukan oleh KUA Kecamatan.

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 55

Cukup jelas

Pasal 56

Cukup jelas

Pasal 57

Cukup jelas

Pasal 58

Cukup jelas

Pasal 59

Cukup jelas

Pasal 60

Cukup jelas

Pasal 61

Cukup jelas

Pasal 62

Cukup jelas

Pasal 63

Cukup jelas

Pasal 64

Cukup jelas

Pasal 65

Cukup jelas

Pasal 66

Cukup jelas

Pasal 67

Cukup jelas

Pasal 68

Cukup jelas

Pasal 69

Cukup jelas

Pasal 70

Cukup jelas

Pasal 71

Cukup jelas

Pasal 72

Cukup jelas

Pasal 73

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “peristiwa penting lainnya” adalah peristiwa yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri untuk dicatatkan pada Instansi Pelaksana, antara lain perubahan jenis kelamin.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 74

Cukup jelas

Pasal 75

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “data agregat” adalah kumpulan data tentang Peristiwa Kependudukan, Peristiwa penting, jenis kelamin, kelompok usia, agama, pendidikan dan pekerjaan.

Yang dimaksud dengan “data kuantitatif” adalah data yang berupa angka-angka.

Yang dimaksud dengan “data kualitatif” adalah data yang berupa penjelasan.

Pasal 76

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “Biodata penduduk” adalah keterangan yang berisi elemen data tentang jati diri, informasi dasar serta riwayat perkembangan dan perubahan keadaan yang dialami oleh penduduk sejak saat kelahiran.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 77

Cukup jelas

Pasal 78

Cukup jelas

Pasal 79

Cukup jelas

Pasal 80

Cukup jelas

Pasal 81

Cukup jelas

Pasal 82

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Yang dimaksud dengan “catatan peristiwa penting terhadap anak di luar kawin” adalah mengenai nama anak, hari dan tanggal kelahiran, urutan kelahiran, nama ibu dan tanggal kelahiran ibu.

Huruf h

Yang dimaksud denan “catatan peristiwa penting terhadap pengangkatan anak” adalah pencatatan terhadap nama ibu dan bapak kandung.

Pasal 83

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “pengguna data pribadi” adalah Instansi Pelaksana dan Swasta yang membutuhkan informasi data sesuai dengan bidangnya.

Pasal 84

Cukup jelas

Pasal 85

Cukup jelas

Pasal 86

Cukup jelas

Pasal 87

Cukup jelas

Pasal 88

Cukup jelas

Pasal 89

Cukup jelas

Pasal 90

Cukup jelas

Pasal 91

Cukup jelas

Pasal 92

Cukup jelas

Pasal 93

Cukup jelas

Pasal 94

Cukup jelas

Pasal 95

Cukup jelas

Pasal 96

Cukup jelas

Pasal 97

Cukup jelas

Pasal 98

Cukup jelas

Pasal 99

Cukup jelas

Pasal 100

Cukup jelas

Pasal 101

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 176


{ 0 comments... Views All / Send Comment! }