Dalam hukum pidana kita terdapat jenis pidana yang bersifat menghilangkan kemerdekaan bergerak dari terpidana yaitu pidana penjara. Hal ini terdapat dalam ketentuan pasal 10 KUHP. Tujuan dari pidana penjara sendiri menurut Saharjdo,SH dalam pidato penerimaan gelar doctor honoris causa dalam ilmu hukum dari Universitas Indonesia tanggal 5 Juli 1963 adalah sebagai berikut: “Disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena hilangnya kemerdekaan bergerak,membimbing terpidana agar bertobat,mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosialis Indonesia yang berguna. Dengan singkat tujuan pidana adalah kemasyarakatan”. Jadi, di sini jelas bahwa dalam pelaksanaan pidana penjara tidak hanya bertujuan sebagai pembalasan saja melainkan juga harus disertai dengan pembinaan terhadap para terpidana dan pembinaan ini merupakan hal terpenting untuk orientasi ke depan. Sejak tahun 1964 penjara bagi suatu tempat untuk menjalankan pidana penjara sudah diganti dengan istilah Lembaga Pemasyarakatan (LP). Perubahan ini memiliki hubungan dengan gagasan Dr. Saharjo untuk menjadikan LP bukan sebagai suatu tempat yang semata-mata menghukum dan menderitakan orang. Akan tetapi suatu tempat untuk membina atau mendidik orang-orang yang telah berkelakuan menyimpang agar setelah menjalani pembinaan di LP dapat menjadi orang dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat.
Menurut Mohamad Suhardi dalam perspektif sosiologis, kejahatan merupakan tindakan menyimpang individu sebagai hasil dari interaksi menyimpang individu itu di tengah masyarakatnya. Dari perspektif ini perlu dikembangkan sebuah teori pembinaan terhadap narapidana sebagai pelaku kejahatan, yaitu teori penyatuan kembali interaksi narapidana tersebut secara wajar dengan nilai-nilai positif masyarakatnya/reintegrasi social (Nasib Penjara Kita, Kompas 3 Oktober 2005) Pelaksanaan pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan, tidak hanya ditujukan untuk mengayomi masyarakat dari bahaya kejahatan, melainkan juga orang-orang yang tersesat karena melakukan tindak pidana perlu diayomi dan diberikan bekal hidup sehingga dapat menjadi warga yang berfaedah di dalam masyarakat. Namun dalam kenyataannya sangat tidak mudah mewujudkan tujuan mulia tersebut. Dalam praktek di lapangan banyak menemui kendala dan hambatan diantaranya masih banyak ditemukan berbagai bentuk kekerasan serta diskriminasi di Lembaga Pemasyarakatan. Keadaan tersebut mengakibatkan tujuan pidana penjara di negara kita kurang dapat terwujud secara efektif.
Dalam menjalani pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan, narapidana wajib menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang diwajibkan kepadanya menurut ketentuan pelaksanaan dari Pasal 29 KUHP. Kewajiban bekerja atau menjalankan pekerjaan bagi narapidana penjara dapat juga dilakukan di luar Lembaga Pemasyarakatan, kecuali bagi.
a. Narapidana yang dipidana penjara seumur hidup
b. Narapidan wanita
c. Narapidana yang menurut pemeriksanaan dokter dengan pertimbangan tertentu tidak dapat bekerja di luar Lembaga Pemasyrakatan.
Selain ketentuan tersebut narapidana penjara dapat juga tidak diperbolehkan untuk bekerja di luar tembok Lembaga Pemasyarakatan, yakni jika dalam putusan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu hakim tidak memperbolehkan narapidana untuk bekerja di luar LP.
Secara umum proses pembinaan narapidana dengan Sistem Pemasyarakatan Indonesia terdiri atas 4 (empat) tahap. Dalam tahap pertama lembaga pemasyarakatan melakukan penelitian terhadap hal ikhwal narapidana; sebab dilakukannya suatu pelanggaran. Pembinaan ini dilaksanakan saat yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 1/3 (sepertiga) masa pidananya. Masa ini juga merupakan masa orientasi berupa masa pengamatan, pengenalan, dan penelitian lingkungan yang dilakukan paling lama satu bulan. Di sini para narapidana mendapatkan pembinaan kepribadian diantaranya :
a. Pembinaan kesadaran beragama
b. pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara
c. pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan)
d. pembinaan kesadaran hukum.
Pada tahap ini, pembinaan dilakukan didalam lembaga pemasyarakatan dengan pengawasan maksimum.
Pada tahap kedua dimana narapidana tersebut dianggap sudah mencapai cukup kemajuan maka kepada narapidana diberikan kebebasan yang lebih banyak dan ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan dalam pengawasan medium security. Yang dimaksud dengan narapidana telah menunjukkan kemajuan disini adalah dengan terlihatnya keinsyafan, perbaikan diri, disiplin dan patuh pada peraturan tata-tertib yang berlaku di Lembaga. Tahap ini dilakukan setelah narapidana menjalani 1/3 sampai ½ masa pidana. Di sini narapidana mendapatkan pembinaan kepribadian lanjutan serta pembinaan kemandirian antara lain :
a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri
b. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil
c. Keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing
d. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri/Pertanian/Perkebunan dengan teknologi madya/ tinggi.
Tahap ketiga selanjutnya ialah tahap asimilasi yang dilakukan setelah menjalani 1/2 dari masa pidana yang sebenarnya. pelaksanaannya terdiri dari 2 bagian yaitu yang pertama waktunya dimulai sejak berakhirnya tahap awal sampai dengan 1/2 dari masa pidananya. Pada bagian ini pembinaan masih dilaksanakan di dalam Lapas dengan sistem pengawasan menengah (medium security). Bagian kedua dimulai sejak berakhirnya masa lanjutan pertama sampai dengan 2/3 masa pidananya. Dalam bagian lanjutan ini narapidana sudah memasuki tahap asimilasi dan selanjutnya dapat diberikan pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas dengan pengawasan minimum.
Tahap keempat atau tahap akhir dilaksanakan setelah proses pembinaan telah berjalan selama 2/3 masa pidana yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan. Pembinaan tahap akhir yaitu berupa kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program integrasi yang dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan selesainya masa pidana. Pada tahap ini, bagi narapidana yang memenuhi syarat diberikan cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat. Pembinaan dilakukan diluar Lapas oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang kemudian disebut pembimbingan Klien Pemasyarakatan. Setelah tahap-tahap tersebut narapidana siap untuk dikembalikan ke masyarakat dan diharapkan menjadi manusia yang madiri, tidak melakukan tindak pidana lagi, serta dapat berperan aktif dalam masyarakat.
*luv_rika
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment