Oleh :
KELIK PRAMUDYA
Sejak Negara Indonesia berdiri
pada saat itulah kewajiban timbul untuk mensejahterakan rakyat. Perwujudan
kesejahteraan tersebut mencakup artian luas, sebagaimana dituangkan dalam
pembukaan UUD 1945. Kesejahteraan rakyat menjadi tujuan yang ingin dicapai
bangsa ke depan. Kemiskinan rakyat sebagai akibat dari penjajahan selama lebih
dari tiga setengah abad tak boleh berlanjut dan harus diakhiri. Namun, yang
terjadi saat ini kemiskinan itu menjadi sebuah pakaian bagi sebagian rakyat
untuk mencari rejeki dengan meminta-minta. Dahulu menjadi seorang peminta-minta
adalah sebuah kelakuan memalukan yang harus dihindari. Ya, mana ada seorang
yang mau dikatakan miskin (pengemis). Semakin hari berganti semakin maju berkembang
neara ini mengapa justru banyak rakyat yang jadi seorang peminta-minta. Bahkan
tidak jarang ini dijadikan sebuah pekerjaan. Apa pemerintah buta akan hal ini.
Pemerintahan suatu Negara hendaknya tidak membiarkan rakyatnya hidup sebagai
peminta, melainkan harus mendidik rakayat agar bekerja keras demi kehidupannya.
Kebiasaan meminta adalah tidak mulia, oleh karena apa ungkapan “tangan di atas
lebih baik dari pada tangah di bawah.”. Dalam
Islam pun diatur agar kita menjaga diri dari kebiasaan meinta-minta.
Hanya orang-orang tertentu saja yang boleh meminta-minta.
“Dari
Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali r.a., berkata bahwa Rasulullah bersabda,
Sesungguhnya meminta-minta tidak dihalalkan kecuali bagi salah seorang di
antara tiga macam orang, yaitu orang yang menanggung hutang orang lain, ia
boleh meminta minta hingga dapat melunasinya, kemudian ia berhenti; orang yang
terkenan musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta minta hingga
mendapatkan sandaran hidup; dann orang yang ditimpa kefakiran hingga orang yang
mengetahuinya dari kaangan kaumnya berkata, Si fulan telah ditimpa kefakiran,
ia dibolehkan meminta-minta” (HR. Muslim)
Meminta tidak boleh dijadikan
sebagai kebiasaan yang terus menerus, artinya apabila telah dicukupkan maka
tidak boleh lagi meminta minta. Menjadikan meminta-minta sebagai sebuah
kebiasaan yang terus menerus (pekerjaan) adalah dilarang. Seharusnya pemerintah
Negara tahu akan hal ini. Pembiaran rakyat melakukan kebiasaan yang dilarang
atau pemerintah yang tidak mampu mengendalikan perbuatan dosa rakyatnya adalah
haram.
“Dari
Abu bin Umar r.a., ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda, seseorang senantiasa
meminta-minta kepada manusia, sehingga besok pada hari kiamat ia datang dengan
tidak ada sepotong daging pun di wajahnya. Pada hari Kiamat matahari begitu
dekat sehingga keringatnya mengucur sampai pertengahan telinga. Ketika mereka
dalam keadaan demikian mereka meminta pertolongan kepada Adam a.s., kemudian
Musa a.s., kemudian Muhammad Saw.”
(HR. Bukhari – Muslim)
Oleh karenanya hendaklah
pemerintah negara menjaga dirinya dan rakyatnya agar tidak menjadi
peminta-minta. Namun, di Indonesia menjadi peminta-minta justru oleh sebagian
orang dijadikan sebagai kebiasaan yang terus menerus. Kenyataan dapat kita
lihat di sudut-sudut kota, di pinggir jalan, di keramaian, dan di lampu merah.
Dengan menggendong anak yang entah itu anak siapa diajak merasakan panasnya
terik matahari di jalanan beraspal. anak-anak itu anak yang memang sengaja
“disewakan” kepada peminta-minta. Ada juga anak umur belasan yang sudah diajari
atau mungkin dipaksa menjadi peminta-minta. Sejauh ini tindakan yang dilakukan
oleh pemerintah melalui aparatnya biasa dilakukan dengan melakukan razia maupun
pembinaan di instansi terkait. Upaya preventif belum maksimal dilakukan,
misalnya memberikan pembinaan berupa penyadaran ataupun memberian bekal
keahlian. Namun, upaya tersebut juga tidak mudah. Sebagian pengemis mempunyai
penghasilan yang bisa dikatakan besar jika dibandingkan harus bekerja
sebagaimana layaknya masyarakat. Inilah budaya yang harus diubah di bangsa
Indonseia. Pemimpin harus mampu menyadarkan masyarakatnya akan perbuatan halal
dan haram. Membiarkan rakyat kaya dengan
mengemis adalah sikap yang tidak bijaksana. Sebagaimana dikatakan oleh Presiden
RI pertama, Soekarno, ia mengatakan bahwa “kalau
hidup harus makan, yang dimakan itu hasil kerja, kalau tidak bekerja tidak
makan, jika tidak makan pasti mati. Itu disebut undang-undang hidup dan kita
harus menerima undang-undang itu. Kita harus menerimanya dengan jiwa yang besar dan merdeka, jiwa yang tidak menengadah kecuali hanya pada
Tuhan” Apa yang disampaikan oleh Soekarno tersebut harus menjadi pelajaran
dan semangat bagi bangsa Indonesia untuk terus bekerja, tidak suka meminta dan
selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan melihat fenomena yang terjadi di
Indonesia, semoga para pemimpin di Indonesia bisa meneladani dan mewujudkan apa
yang disampaikan Presiden Soekarno di atas, dan mengangkat derajat rakyat dari berjiwa
peminta menjadi pekerja.
{ 0 comments... Views All / Send Comment! }
Post a Comment